PANDUAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
IPA TERPADU
|
|
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/
MADRASAH TSANAWIYAH
(SMP/MTs)
|
|
|
|
Pusat Kurikulum, Balitbang
Depdiknas
Jl. Gunung Sahari Raya No. 4, Jakarta Pusat
Telp. :
(62-21)3804248,3453440,34834862
Fax. : (62-21) 3508084, 34834862
|
DAFTAR ISI
|
Halaman
|
|
Daftar
Isi
|
|
|
|
|
|
Bab I. Pendahuluan
|
1
|
|
A.
|
Latar
Belakang .………………………………………………………………………….
|
1
|
B.
|
Tujuan …………………………………………………………………………………………
|
2
|
C.
|
Ruang Lingkup ……………………………………………………………………………
|
2
|
D.
|
Sistematika
|
2
|
|
|
|
Bab
II. Kerangka Berpikir
|
4
|
|
A.
|
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Alam …………………………………………..
|
4
|
B.
|
Karakteristik Bidang kajian
IPA ………………………………………………….
|
6
|
C.
|
Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu …………………………………………….
|
7
|
D.
|
Konsep Pembelajaran Keterpaduan
dalam IPA ………………………….
|
8
|
|
|
|
Bab III. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu
|
13
|
|
A.
|
Perencanaan ……………………………………………………………………………….
|
13
|
B.
|
Model Pelaksanaan Pembelajaran ………………………………………………
|
15
|
C.
|
Penilaian ……………………………………………………………………………………..
|
17
|
|
|
|
Bab IV Implikasi Pembelajaran IPA Terpadu
|
20
|
|
A.
|
Guru
|
20
|
B.
|
Peserta Didik
|
22
|
C.
|
Bahan Ajar
|
23
|
D.
|
Sarana dan Prasarana
|
24
|
|
|
|
Lampiran:
|
|
|
1. Peta Kompetensi Dasar Yang Berpotensi IPA
Terpadu ………………….
|
25
|
|
2. Contoh Silabus Pembelajaran IPA Terpadu …..........................
|
27
|
|
3. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA
Terpadu ………....
|
35
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan
kurikulum hasil refleksi, pemikiran, dan pengkajian ulang dari kurikulum yang
telah berlaku sebelumnya. Kurikulum baru ini diharapkan dapat membantu
mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Standar kompetensi dan kompetensi dasar diarahkan untuk memberikan keterampilan
dan keahlian bertahan hidup dalam kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan,
persaingan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum ini
disusun untuk menciptakan tamatan yang kompeten, cerdas dalam membangun
integritas sosial, serta mewujudkan karakter nasional.
Dalam
implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, telah dilakukan berbagai
studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan
pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu inovasi pendidikan. Sebagai salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas
implementasi kurikulum dikembangkan berbagai model implementasi kurikulum.
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model
implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang
pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) sampai
dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Model pembelajaran ini
pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud,
1996:3). Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok
bahasan (Beane, 1995:615).
Melalui pembelajaran IPA
terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga
dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang
telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat
menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik),
bermakna, otentik dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang
guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta
didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari
dengan sisi bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan
membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang
kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui
pembelajaran terpadu.
Pembelajaran
terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan
TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang
atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam
pembelajaran IPA terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari
berbagai aspek bidang kajian dalam bidang kajian IPA. Misalnya tema
lingkungan dapat dibahas dari sudut makhluk
hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, dan materi dan sifatnya.
Pembahasan tema juga dimungkinkan hanya dari aspek makhluk hidup dan proses
kehidupan dan energi dan perubahannya, atau materi dan sifatnya dan makhluk
hidup dan proses kehidupan, atau energi dan perubahannya dan materi dan
sifatnya saja. Dengan demikian melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep
yang relevan untuk dijadikan tema tidak
perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga
penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan
pembelajaran juga diharapkan akan lebih
efektif.
B. Tujuan
Tujuan
penyusunan Model Pembelajaran IPA Terpadu untuk SMP/MTs ini pada dasarnya untuk
memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi guru dan
pihak terkait. Secara rinci, penyusunan model ini di antaranya bertujuan untuk:
- memberikan wawasan bagi guru tentang apa, mengapa, dan bagaimana pembelajaran IPA terpadu pada tingkat SMP/MTs;
- memberikan bekal keterampilan kepada guru untuk dapat menyusun rencana pembelajaran (memetakan kompentensi, menyusun silabus, dan menjabarkan silabus menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran) dan penilaian;
- memberikan bekal kemampuan kepada guru agar memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran IPA terpadu;
- memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi pihak terkait (misalnya kepala sekolah dan pengawas), sehingga mereka dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu.
C. Ruang Lingkup
Ruang
lingkup penyusunan Model ini meliputi pengertian IPA Terpadu, Karakteristik
Pembelajarn IPA Terpadu, pelaksanaan
pembelajaran IPA Terpadu dan penilaian di kelas sehingga dicapai tujuan yang
diinginkan.
Pembelajaran
IPA secara terpadu harus menggunakan
tema yang relevan dan berkaitan. Materi yang dipadukan sebaiknya masih dalam lingkup
bidang kajian IPA.
Tema
yang dibahas disajikan dalam konteks
IPA-lingkungan-teknologi-masyarakat, yang melibatkan aktivitas peserta didik
secara berkelompok maupun mandiri. Aktivitas peserta didik perlu ditunjang oleh
media pembelajaran yang memadai, agar peserta didik dapat memahami tema secara
komprehensif dan mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
D.
Sistematika
Model Pembelajaran IPA Terpadu
memuat beberapa keterpaduan antar-Kompetensi Dasar. Model ini juga mencakup apa
dan bagaimana seorang guru di SMP/MTs mengembangkan dan melaksanakan model
tersebut. Sistematika anduan pengembangan pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs
terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut.
Bab
satu, merupakan pendahuluan
yang memuat penjelasan tentang latar belakang serta pentingnya keberadaan panduan.
Selain itu juga mengungkapkan tujuan serta sistematika sajian.
Bab
dua, berisi penjelasan
tentang kerangka berpikir yang mencakup tentang
pengertian, karakteristik, tujuan, konsep keterpaduan IPA, dan model
keterpaduan berdasarkan topik.
Bab
tiga, berisi tentang strategi
pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu, yang menjelaskan tahapan tentang
perencanaan (meliputi pemetaan Kompetensi Dasar, pemilihan topik, penjabaran
Kompetensi Dasar ke dalam indikator, penyusunan silabus, dan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran), pelaksanaan pembelajaran (meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir serta tindak lanjut), dan penilaian.
Bab
empat, berisi tentang implikasi
pembelajaran IPA Terpadu yang menjelaskan peran guru, siswa, serta sarana dan
prasarana pembelajaran.
Lampiran:
Model
pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs
BAB II
KERANGKA BERPIKIR
A. Pengertian
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta
didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan
perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi
dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk
memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam
merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji
kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis,
universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan
ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya.
Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai
“pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum
(universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan
bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur
utama yaitu:
1. sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena
alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah
baru yang dapat dipecahkan melalui
prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;
2. proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
3. produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
4. aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA
dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama
lain.
Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul,
sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh,
memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan
meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan
pembelajaran IPA pada masa kini adalah
peserta didik hanya mempelajari IPA
sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini
diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya
IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi
tidak tersentuh dalam pembelajaran.
Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan
tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pembelajaran
lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal
informasi faktual. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Peserta
didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di
lapangan menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang cenderung menjadi malas
berpikir secara mandiri. Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar
belum menyentuh domain afektif dan
psikomotor. Alasan yang sering
dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan
belajar, dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak.
Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan
di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu,
diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek
IPA dan teknologi, mampu berpikir logis,
kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam kenyataan,
memang tidak banyak peserta didik yang menyukai bidang kajian IPA, karena
dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik, atau karena mereka tak berminat menjadi
ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar
pembelajaran IPA di sekolah dapat
disajikan secara menarik, efisien, dan efektif.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai
peserta didik yang dituangkan dalam empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses
kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam
semesta.
Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan oleh
sekolah, disesuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta lingkungan
belajar yang ada di sekolah. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih aktif,
kreatif, dan melakukan inovasi dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi
kurikulum.
Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta
didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama
dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
B. Karakteristik Bidang kajian
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai
pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen,
pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah
gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan
untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang
belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3)
dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan
kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban,
menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala
alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan
diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.
Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode ilmiah. Metode ilmiah dalam
mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo
Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun
hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk
menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan
dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen.
Dalam belajar IPA peserta
didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan
teori melalui eksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam
sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu
peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat
tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry
skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan
pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab
pertanyaan, mengklasifikasikan,
mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru,
menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam
berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan
sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak
percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap
lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang
lain.
Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan
pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran
berbagai besaran fisis, (2) menanamkan
pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan
ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap
kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3) latihan
berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai
penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa
alam, (4) memperkenalkan dunia teknologi
melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat
sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab
berbagai masalah.
C. Tujuan Pembelajaran IPA
Terpadu
Tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah sebagai berikut.
1.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai peserta didik masih dalam
lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk
hidup dan proses kehidupan. Banyak ahli yang menyatakan pembelajaran IPA yang disajikan secara disiplin keilmuan
dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena anak pada usia ini masih
dalam transisi dari tingkat berpikir operasional konkret ke berpikir abstrak. Selain
itu, peserta didik melihat dunia sekitarnya masih secara holistik. Atas dasar
itu, pembelajaran IPA hendaknya
disajikan dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial. Di samping itu pembelajaran
yang disajikan terpisah-pisah dalam energi dan perubahannya, makhluk hidup dan
proses kehidupan, materi dan sifatnya, dan bumi-alam semesta memungkinkan
adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi
yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila konsep yang
tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka pembelajaran akan lebih
efisien dan efektif.
Keterpaduan
bidang kajian dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi
karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan
materi yang lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitik, dan
kemampuan kategorik agar dapat memahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun
metodologi.
2.
Meningkatkan
minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru
untuk mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan
bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan
peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi
pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan.
Pembelajaran
IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal,
menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep
pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan
sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik digiring untuk berpikir luas
dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan
guru. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh,
sistimik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila
mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka berhasil
menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
3.
Beberapa
kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan
sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat
diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan
langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya proses pemaduan dan
penyatuan sejumlah standar kompetensi, kompetensi dasar, dan langkah
pembelajaran yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan.
D. Konsep Pembelajaran Terpadu Dalam IPA
1.
Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran
Terpadu
Walaupun
standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA dikembangkan dalam bidang kajian,
pada tingkat pelaksanaan guru memiliki keleluasaan dalam membelajarkan peserta
didiknya untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh yang akan dikembangkan
dalam model ini adalah guru dapat mengidentifikasi standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu tema dan
disajikan dalam kegiatan pembelajaran yang terpadu. Yang perlu dicatat ialah
pemaduan kegiatan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang kelas yang
sama dan masih dalam lingkup IPA .
Kekuatan/manfaat yang dapat dipetik melalui
pelaksanaan pembelajaran terpadu antara laian sebagai berikut.
(a)
Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan
terjadi penghematan waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan
perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan proses kehidupan)
dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan
dihilangkan.
(b)
Peserta didik dapat melihat
hubungan yang bermakna antarkonsep Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya,
dan Makhluk hidup dan proses kehidupan.
(c)
Meningkatkan taraf kecakapan
berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau
pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi
pembelajaran.
(d)
Pembelajaran terpadu
menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga memudahkan
pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA.
(e)
Motivasi belajar peserta didik
dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
(f)
Pembelajaran terpadu membantu
menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal
peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi
dan mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.
(g)
Akan terjadi peningkatan kerja
sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik,
peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber;
sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam
konteks yang lebih bermakna.
Di
samping kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu, model pembelajaran IPA Terpadu
juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk
semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan
konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA
memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut ini.
(a) Aspek
Guru: Guru harus berwawasan
luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal,
rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan
materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan materi
yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak
terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran
terpadu dalam IPA akan sulit terwujud.
(b)
Aspek
peserta didik: Pembelajaran terpadu
menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam
kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model
pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan
asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif
(menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model
pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.
(c)
Aspek
sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan
bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga
fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan
wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu
juga akan terhambat.
(d) Aspek
kurikulum: Kurikulum harus luwes,
berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada
pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam
mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta
didik.
(e) Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian
yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta
didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini,
guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan
penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi
dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
(f) Suasana
pembelajaran: Pembelajaran terpadu
berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang
kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru
berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut
sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu
sendiri.
Sekalipun
pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain keunggulannya,
sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru bidang kajian
terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran IPA.
2. Pemaduan Konsep Dalam
Pembelajaran IPA
Salah
satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa bidang kajian adalah
menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan peserta didik mendapat
pengalaman belajar yang dapat menghubungkaitkan konsep-konsep dari berbagai bidang
kajian. Pengertian terpadu di sini mengandung makna menghubungkan
IPA dengan berbagai bidang kajian (Carin
1997;236). Lintas bidang kajian dalam
IPA adalah mengkoordinasikan berbagai
disiplin ilmu seperti makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan
perubahannya, materi dan sifatnya, geologi, dan astronomi. Sebenarnya IPA dapat juga dipadukan dengan bidang kajian
lain di luar bidang kajian IPA dan hal ini lebih sesuai untuk jenjang
pendidikan Sekolah Dasar. Mengingat pembahasan materi IPA pada tingkat lebih
tinggi semakin luas dan mendalam, maka pada jenjang pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA,
akan lebih baik bila keterpaduan dibatasi pada bidang kajian yang termasuk
bidang kajian IPA saja. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu banyak guru yang
terlibat, yang akan membuka peluang timbulnya kesulitan dalam pembelajaran dan
penilaian, mengingat semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin dalam dan
luas pula pemahaman konsep yang harus diserap oleh peserta didik.
Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan TEMA,
karena penentuan tema akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek yaitu:
(a)
peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya
akan lebih bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri;
(b)
peserta didik menjadi lebih percaya diri dan
termotivas dalam belajar bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah
dipelajarinya;
(c)
peserta didik lebih memahami dan lebih mudah
mengingat karena mereka ‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan
‘melakukan’ kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya;
(d) memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik;
(e)
belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat
secara aktif melalui tugas proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman,
guru, dan dunia nyata.
Oleh karena itu, jika guru hendak melakukan
pembelajaran terpadu dalam IPA, sebaiknya memilih tema yang menghubungkaitkan
antara IPA–lingkungan- teknologi-masyarakat.
Berikut ini diberikan contoh pembelajaran IPA Terpadu dengan tema yang bernuansa IPA-lingkungan-teknologi-masyarakat.
Contoh 1:
|
||||
|
||||
Lingkungan Materi dan
sifatnya
|
|
|
Kesehatan Makhluk hidup dan
proses kehidupan
Gambar 2.1. Jaringan tema rokok
Contoh 2:
|
||||||||||
|
||||||||||
|
Gambar 2.2 Jaringan Tema
Energi
Contoh 3:
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Gambar 2.3 Jaringan Tema
Proses-proses Yang Terjadi di Lapisan Biosfer
BAB III
STARTEGI PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN IPA TERPADU
A. PERENCANAAN
Secara konseptual yang dimaksud terpadu pada
pengembangan pembelajaran IPA dapat berupa contoh, aplikasi, pemahaman,
analisis, dan evaluasi dalam mata pelajaran IPA.
Konsep-konsep yang dapat dipadukan pada semester
yang berlainan pembelajarannya dapat dilaksanakan pada semester yang sama (tertentu) dengan tidak meninggalkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar pada semester lainnya.
Keberhasilan pembelajaran terpadu akan lebih
optimal jika perencanaan mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik
(minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah tercantum dalam Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA.
Ada
berbagai model dalam mengembangkan pembelajaran IPA Terpadu yang dapat dilihat
pada alur penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu
berikut ini:
Gambar
3.1 Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu
Langkah (1):
Menetapkan
bidang kajian yang akan dipadukan. Pada saat menetapkan beberapa bidang kajian
yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan atau rasional yang
berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar oleh
peserta didik dan kebermaknaan belajar. Contoh
lihat lampiran.
Langkah (2):
Langkah berikutnya
dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah mempelajari standar
kompetensi dan kompetensi dasar dari bidang kajian yang akan dipadukan dan
melakukan pemetaan pada semua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bidang
kajian IPA per kelas yang dapat dipadukan. Kegiatan pemetaan ini dilakukan
untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. Contoh lihat lempiran.
Beberapa ketentuan
dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan model pembelajaran IPA
terpadu adalah sebagai berikut.
a.
Mengidentifikasikan
beberapa Kompetensi Dasar dalam berbagai Standar Kompetensi yang memiliki potensi untuk dipadukan.
b.
Beberapa
Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang tidak diintegrasikan
dibelajarkan/disajikan secara tersendiri.
c.
Kompetensi
Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua Standar Kompetensi yang ada pada
mata pelajaran IPA pada kelas yang sama, melainkan memungkinkan hanya dua atau
tiga Kompetensi Dasar saja.
d.
Kompetensi
Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa dipetakan dengan
topik/tema lainnya.
Langkah (3):
Setelah pemetaan
Kompetensi Dasar selesai, langkah selanjutnya dilakukan penentuan tema
pemersatu antar-Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Tema yang dipilih harus relevan dengan Kompetensi
Dasar yang telah dipetakan dan dapat dirumuskan dengan melihat isu-isu yang
terkini, misalnya penyakit demam berdarah, HIV/AIDS, dan lainnya, kemudian baru
dilihat koneksitasnya dengan kompetensi dasar dari berbagai bidang kajian IPA. Dengan demikian, dalam satu mata pelajaran IPA pada satu tingkatan
kelas terdapat beberapa topik yang akan dibahas. Contoh lihat lampiran
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penentuan topik/tema pada pembelajaran IPA Terpadu antara
lain meliputi hal-hal berikut.
a.
Tema, dalam
pembelajaran IPA Terpadu, merupakan perekat antar-Kompetensi Dasar yang
terdapat dalam bidang kajian IPA.
b.
Tema yang
ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi Dasar yang terdapat
dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan dengan pengalaman pribadi
peserta didik, dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat.
c.
Dalam
menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini, dapat menjadi
prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan antar-Kompetensi
Dasar pada bidang kajian yang telah dipetakan.
Langkah (4):
Membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan
tema/topik pemersatu. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kaitan antara tema/topik dengan kompetensi dasar yang dapat
dipadukan. Contoh lihat lampiran.
Langkah (5):
Setelah membuat matriks keterhubungan kompetensi
dasar dan tema pemersatu, maka Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan
ke dalam indikator pencapaian hasil belajar yang nantinya digunakan untuk
penyusunan silabus. Contoh lihat
lampiran.
Langkah (6):
Menyusun
silabus pembelajaran IPA terpadu, dikembangkan dari berbagai indikator bidang
kajian IPA menjadi beberapa kegiatan pembelajaran yang konsep keterpaduan atau
keterkaitan menyatu antara beberapa bidang kajian IPA. Komponen
penyusunan silabus terdiri dari Standar Kompetensi IPA, Kompetensi Dasar,
Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu, Penilaian, dan Sumber Belajar.
Contoh lihat lampiran.
Langkah (7):
Setelah teridentifikasi
peta Kompetensi Dasar dan tema yang terpadu,
selanjutnya adalah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada
pembelajaran IPA Terpadu, sesuai dengan Standar Isi, keterpaduan terletak pada strategi
pembelajaran. Hal ini disebabkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah
ditentukan dalam Standar Isi.
Rencana
pelaksanaan pembelajaran tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar
peserta didik yang telah ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu.
Komponennya terdiri atas: identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang
hendak dicapai, materi pokok beserta uraiannya, langkah pembelajaran, alat
media yang digunakan, penilaian dan tindak lanjut, serta sumber bahan yang
digunakan. Contoh lihat lampiran.
B. MODEL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Model pembelajaran
dalam hal ini adalah menjabarkan silabus menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran
terpadu, dikemas dalam kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup/tindak lanjut.
1. Kegiatan Awal/Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal yang
harus ditempuh guru dan peserta didik pada setiap kali pelaksanaan pembelajaran
terpadu. Fungsinya terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang
efektif, yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan baik. Efisiensi waktu dalam kegiatan awal ini perlu diperhatikan, karena
waktu yang tersedia relatif singkat yaitu antara 5-10 menit. Dengan waktu yang
relatif singkat tersebut, diharapkan guru dapat menciptakan kondisi awal
pembelajaran dengan baik sehingga peserta didik siap mengikuti pembelajaran
dengan seksama.
Kegiatan
utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di antaranya untuk
menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melaksanakan
kegiatan apersepsi (apperception),
dan penilaian awal (pre-test).
Penciptaan kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek atau
memeriksa kehadiran peserta didik (presence,
attendance), menumbuhkan kesiapan belajar peserta didik (readiness), menciptakan suasana belajar
yang demokratis, membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan
membangkitkan perhatian peserta didik. Melaksanakan apersepsi (apperception) dilakukan dengan cara:
mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya
dan memberikan komentar terhadap jawaban peserta didik, dilanjutkan dengan
mengulas materi pelajaran yang akan dibahas. Melaksanakan penilaian awal dapat
dilakukan dengan cara lisan pada beberapa peserta didik yang dianggap mewakili
seluruh peserta didik, bisa juga penilaian awal ini dalam prosesnya dipadukan
dengan kegiatan apersepsi.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan
inti merupakan kegiatan pelaksanaan pembelajaran terpadu yang menekankan pada
proses pembentukan pengalaman belajar peserta didik (learning experience). Pengalaman belajar dapat terjadi melalui
kegiatan tatap muka dan kegiatan non-tatap
muka. Kegiatan tatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran yang
peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan guru maupun dengan peserta
didik lainnya. Kegiatan nontatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran
yang dilakukan peserta didik dengan sumber belajar lain di luar kelas atau di
luar sekolah.
Kegiatan
inti pembelajaran terpadu bersifat situasional, yakni disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat. Terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dalam kegiatan inti pembelajaran terpadu, di antaranya adalah sebagai berikut
ini.
a)
Kegiatan yang paling awal: Guru memberitahukan tujuan atau kompetensi dasar
yang harus dicapai oleh peserta didik beserta garis besar materi yang akan
disampaikan. Cara yang paling praktis adalah menuliskannya di papan tulis
dengan penjelasan secara lisan mengenai pentingnya kompetensi tersebut yang
akan dikuasai oleh peserta didik.
b)
Alternatif kegiatan belajar yang akan dialami
peserta didik. Guru menyampaikan kepada peserta didik kegiatan belajar yang
harus ditempuh peserta didik dalam mempelajari tema atau topik yang telah
ditentukan. Kegiatan belajar hendaknya
lebih mengutamakan aktivitas peserta didik, atau berorientasi pada aktivitas
peserta didik. Guru hanya sebagai fasilitator yng memberikan kemudahan kepada peserta didik
untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri apa yang
dipelajarinya. Prinsip belajar sesuai dengan ’konstruktivisme’ hendaknya
dilaksanakan dalam pembelajaran terpadu
Dalam membahas
dan menyajikan materi/bahan ajar terpadu harus diarahkan pada suatu
proses perubahan tingkah laku peserta didik, penyajian harus dilakukan secara
terpadu melalui penghubungan konsep di bidang kajian yang satu dengan konsep di
bidang kajian lainnya. Guru harus berupaya untuk menyajikan bahan ajar dengan
strategi mengajar yang bervariasi, yang mendorong peserta didik pada upaya
penemuan pengetahuan baru, melalui pembelajaran yang bersifat klasikal,
kelompok, dan perorangan.
3. Kegiatan Akhir/Penutup
dan tindak lanjut
Kegiatan
akhir dalam pembelajaran terpadu tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk
menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar peserta
didik dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh
berdasarkan pada proses dan hasil belajar peserta didik. Waktu yang tersedia
untuk kegiatan ini relatif singkat, oleh karena itu guru perlu mengatur dan
memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Secara umum kegiatan akhir dan tindak
lanjut dalam pembelajaran terpadu di antaranya:
a) Mengajak peserta didik untuk
menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
b) Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran dengan pemberian tugas atau
latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan yang dianggap
sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, memberikan
motivasi atau bimbingan belajar.
c) Mengemukakan topik yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
d) Memberikan evaluasi lisan atau tertulis.
C. PENILAIAN
Objek
dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap proses dan
hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian
nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta
didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap
hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil
belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian kompetensi-kompetensi
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat
dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan
diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu dengan
lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Penilaian
yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan instrumen yang digunakan terdapat
pada lampiran. Model penilaian ini disesuaikan dengan penilaian berbasis
kelas pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Objek
penilaian mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik.
- Teknik Penilaian
Teknik
penilaian merupakan cara yang digunakan dalam melaksanakan penilaian tersebut.
Teknik-teknik yang dapat diterapkan untuk jenis tagihan tes meliputi: (1) Kuis
dan (2) Tes Harian.
Untuk
jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilaian yang dapat diterapkan adalah: (1)
observasi, (2) angket, (3) wawancara,(4) tugas, (5) proyek, dan (6) portofolio.
- Bentuk Instrumen
Bentuk
instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan
penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik.
Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan teknik
penilaian adalah:
·
Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan
ganda, uraian, dan unjuk kerja
·
Nontes: panduan observasi, kuesioner, panduan
wawancara, dan rubrik.
3. Instrumen
Instrumen merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian kompetensi.
Apabila penilaian menggunakan tehnik
tes tertulis uraian, tes unjuk kerja dan tugas rumah yang berupa proyek, harus
disertai rubrik penilaian.
Jenis
penilaian terpadu terdiri atas tes dan bukan tes. Sistem penilaian dengan
menggunakan tes merupakan sistem penilaian konvensional. Sistem ini kurang
dapat menggambarkan kemampuan peserta didik secara menyeluruh, sebab hasil
belajar digambarkan dalam bentuk angka yang gambaran maknanya sangat abstrak.
Oleh karena itu untuk melengkapi gambaran kemajuan belajar secara menyeluruh
maka dilengkapi dengan non-tes, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar
3.2 Model penilaian pembelajaran terpadu
Guru
dapat mempraktikkan beberapa teknik penilaian, baik yang termasuk dalam ranah
kognitif, afektik, maupun psikomotor. Tugas
berupa laporan baik secara individu maupun kelompok sebaiknya berupa tugas
aplikasi, misalnya merupakan hasil pengamatan di luar kelas. Dapat pula
berupa tugas sintesis dan evaluasi,
misalnya tugas pemecahan masalah
lingkungan dan usulan cara penanggulangannya. Melalui penugasan ini maka
kemampuan berpikir dan kepekaan peserta didik
akan terasah.
Untuk keperluan pelaporan hasil penilaian guru dapat
memberikan bobot bagi setiap tugas yang diberikan tergantung pada pertimbangan
guru sesuai dengan karakteristik tugas, baik tes maupun nontes. Penilaian untuk
pelaporan mengacu pada pedoman penilaian. Oleh karena keterpaduan pembelajaran
IPA meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, makhluk
hidup dan proses kehidupan, maka dalam pelaporan hasil penilaian tidak menjadi
masalah. Ketiganya akan dipadukan menjadi nilai bidang kajian IPA .
BAB IV
IMPLIKASI PEMBELAJARAN IPA
TERPADU
Sesuatu
yang baru atau merupakan inovasi tentu tidak mudah untuk dilaksanakan, karena
memerlukan penyesuaian diri dan kemauan untuk beradaptasi. Begitu pula dengan
pembelajaran IPA Terpadu. Pembelajaran
terpadu biasa dilakukan jenjang pendidikan usia dini, namun tidak menutup
kemungkinan untuk diterapkan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu
jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Hasil uji coba menunjukkan bahwa pembelajaran
terpadu dapat dilaksanakan.
A.
Guru
Pembelajaran IPA Terpadu merupakan gabungan antara
berbagai bidang kajian IPA, yaitu fisika, kimia, dan biologi, maka dalam
pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan. Hal
ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas.
Di
sekolah pada umumnya guru-guru yang tersedia terdiri atas guru-guru disiplin
ilmu seperti fisika, kimia, dan biologi. Guru dengan latar belakang tersebut
tentunya sulit untuk beradaptasi ke dalam pengintegrasian bidang kajian IPA,
karena mereka yang memiliki latar belakang fisika tidak memiliki kemampuan yang
optimal pada Kimia dan Biologi, begitu pula sebaliknya. Di samping itu,
pembelajaran IPA juga menimbulkan konsekuensi terhadap berkurangnya beban jam
pelajaran yang diemban guru-guru yang tercakup ke dalam bidang kajian IPA,
sementara ketentuan yang berkaitan dengan kewajiban atas beban jam mengajar
untuk setiap guru masih tetap.
Untuk
itu, dalam pembelajaran IPA terpadu
dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: (a) team teaching, dan (b) guru tunggal. Hal tersebut disesuaikan
dengan keadaan guru dan kebijakan sekolah masing-masing.
1. Team Teaching
Pembelajaran
terpadu dalam hal ini diajarkan dengan cara team; satu topik pembelajaran
dilakukan oleh lebih dari seorang guru. Setiap guru memiliki tugas
masing-masing sesuai dengan keahlian dan kesepakatan. Kelebihan sistem ini
antara lain adalah: (1) pencapaian KD pada setiap topik efektif karena dalam
tim terdiri atas beberapa yang ahli dalam ilmu-ilmu sosial, (2) pengalaman dan
pemahaman peserta didik lebih kaya daripada dilakukan oleh seorang guru karena
dalam satu tim dapat mengungkapkan berbagai konsep dan pengalaman, dan (3)
peserta didik akan lebih cepat memahami karena diskusi akan berjalan dengan
narasumber dari berbagai disiplin ilmu.
Kelemahan
dari sistem ini antara lain adalah jika tidak ada koordinasi, maka setiap guru
dalam tim akan saling mengandalkan sehingga pencapaian KD tidak akan terpenuhi.
Selanjutnya, jika kurang persiapan, penampilan di kelas akan tersendat-sendat
karena skenario tidak berjalan dengan semestinya, sehingga para guru tidak tahu
apa yang akan dilakukan di dalam kelas.
Untuk
itu maka diperlukan beberapa langkah seperti berikut.
(a) Dilakukan
penelaahan untuk memastikan berapa KD dan SK yang harus dicapai dalam satu
topik pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan berapa guru bidang studi IPA yang
dapat dilibatkan dalam pembelajaran pada topik tersebut.
(b) Setiap
guru bertanggung jawab atas tercapainya KD yang termasuk dalam SK yang ia
mampu, seperti misalnya SK-1 oleh guru dengan latar belakang biologi, SK-2 oleh
guru dengan latar belakang fisika, dan seterusnya.
(c) Disusun
skenario pembelajaran dengan melibatkan semua guru yang termasuk ke dalam topik
yang bersangkutan, sehingga setiap anggota memahami apa yang harus dikerjakan
dalam pembelajaran tersebut.
(d) Sebaiknya
dilakukan simulasi terlebih dahulu jika pembelajaran dengan sistem ini
merupakan hal yang baru, sehingga tidak terjadi kecanggungan di dalam kelas.
(e) Evaluasi
dan remedial menjadi tanggung jawab masing-masing guru sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sehingga akumulasi nilai gabungan dari setiap
Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi
menjadi nilai mata pelajaran IPA.
Dalam
bab sebelumnya telah diuraikan, bahwa yang terpenting adalah kerja sama
antarguru IPA yang ada di suatu sekolah
dalam membuat perencanaan pembelajaran, mulai dari silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran hingga kesepakatan dalam bentuk penilaian. Bila hal ini dapat
dilaksanakan, maka pembelajaran terpadu dapat meningkatkan kerja sama antarguru
IPA, baik yang ada di sekolah maupun dalam lingkup MGMP. Kerja sama ini meliputi saling mempelajari materi dari
bidang kajian yang lain. Selain meningkatkan kerja sama, pembelajaran terpadu
juga meningkatkan keharusan bagi guru untuk memperluas wawasan pengetahuannya.
2. Guru
Tunggal
Pembelajaran
IPA dengan seorang guru merupakan hal yang ideal dilakukan. Hal ini disebabkan:
(1) IPA merupakan satu mata pelajaran, (2) guru dapat merancang skenario
pembelajaran sesuai dengan topik yang ia kembangkan tanpa konsolidasi terlebih
dahulu dengan guru yang lain, dan (3) oleh karena tanggung jawab dipikul oleh
seorang diri, maka potensi untuk saling mengandalkan tidak akan muncul.
Namun
demikian, terdapat beberapa kelemahan dalam pembelajaran IPA terpadu yang
dilakukan oleh guru tunggal, yakni: (1) oleh karena mata pelajaran IPA terpadu
merupakan hal yang baru, sedangkan guru-guru yang tersedia merupakan guru
bidang studi sehingga sangat sulit untuk melakukan penggabungan terhadap
berbagai bidang studi tersebut, (2) seorang guru bidang studi fisika tidak
menguasai secara mendalam tentang kimia dan biologi sehingga dalam pembelajaran
IPA terpadu akan didominasi oleh bidang studi biologi, serta (3) jika skenario
pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan tercapai karena akan menjadi sebuah
narasi yang kering tanpa makna.
Untuk
tercapainya pembelajaran IPA Terpadu yang dilakukan oleh guru tunggal tersebut,
maka dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut.
(a) Guru-guru
yang tercakup ke dalam mata pelajaran IPA diberikan pelatihan bidang-bidang
studi di luar bidang keahliannya, seperti guru bidang studi Fisika diberikan
pelatihan tentang bidang studi Kimia dan Biologi.
(b) Koordinasi
antarbidang studi yang tercakup dalam mata pelajaran IPA tetap dilakukan, untuk
mereviu apakah skenario yang disusun sudah dapat memenuhi persyaratan yang
berkaitan dengan bidang studi di luar yang ia mampu.
(c) Disusun
skenario dengan metode pembelajaran yang inovatif dan memunculkan nalar para
peserta didik sehingga guru tidak terjebak ke dalam pemaparan yang parsial
bidang studi.
(d) Persiapan
pembelajaran disusun dengan matang sesuai dengan target pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar sesuai dengan topik yang dihasilkan dari
pemetaan yang telah dilakukan.
Pembelajaran terpadu oleh guru tunggal dapat memperkecil
masalah pelaksanaannya yang menyangkut jadwal pelajaran. Secara teknis,
pengaturannya dapat dilakukan sejak awal semester atau awal tahun pelajaran.
Hal yang perlu dihindarkan adalah pembahasan materi yang tidak seimbang karena
wawasan pengetahuan tentang materi pelajaran yang lain kurang memadai. Hal
utama yang harus dilakukan guru adalah memahami model pembelajaran terpadu
secara konseptual maupun praktikal.
B. Peserta didik
Dilihat
dari aspek peserta didik, pembelajaran IPA Terpadu memiliki peluang untuk
pengembangan kreativitas akademik. Hal ini disebabkan model ini menekankan pada
pengembangan kemampuan analitik terhadap konsep-konsep yang
dipadukan, karena dapat mengembangkan kemampuan asosiasi konsep dan aplikasi
konsep, kemampuan asosiatif, serta kemampuan eksploratif dan elaboratif.
Selain itu, model pembelajaran IPA Terpadu dapat
mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap,
dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep, pengetahuan, nilai atau
tindakan yang terdapat dalam beberapa indikator dan Kompetensi Dasar. Dengan
mempergunakan model pembelajaran IPA Terpadu, secara psikologik, peserta didik
digiring berpikir secara luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami
hubungan-hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya, peserta didik
akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik, dan
analitik. Dengan demikian, pembelajaran model ini menuntun kemampuan belajar
peserta didik lebih baik, baik dalam aspek intelegensi maupun kreativitas. Pembelajaran terpadu perlu dilakukan dengan variasi
metode yang tidak membosankan. Aktivitas pembelajaran harus lebih banyak
berpusat pada peserta didik agar dapat mengembangkan berbagai potensi yang
dimilikinya.
C.
Bahan Ajar
Bahan
ajar memiliki peran yang penting dalam
pembelajaran termasuk dalam pembelajaran terpadu. Oleh karena pembelajaran
terpadu pada dasarnya merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu yang
tercakup dalam ilmu alam maka dalam pembelajaran ini memerlukan bahan ajar yang
lebih lengkap dan komprehensif dibandingkan dengan pembelajaran monolitik.
Dalam satu topik pembelajaran, diperlukan sejumlah sumber belajar yang sesuai
dengan jumlah Standar Kompetensi yang merupakan jumlah bidang kajian yang
tercakup di dalamnya.
Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam
pembelajaran IPA Terpadu dapat berbentuk teks tertulis seperti buku, majalah,
brosur, surat
kabar, poster dan informasi lepas, atau berupa lingkungan sekitar seperti:
lingkungan alam, lingkungan sosial sehari-hari. Seorang guru yang akan menyusun
materi perlu mengumpulkan dan mempersiapkan bahan kepustakaan atau rujukan
(buku dan pedoman yang berkaitan dan sesuai) untuk menyusun dan mengembangkan
silabus. Pencarian informasi ini, sebenarnya dapat pula memanfaatkan perangkat
teknologi informasi mutakhir seperti multimedia dan internet. Aktivitas peserta didik dalam
penugasan dapat menjadi nilai tambah yang menguntungkan.
Bahan
yang akan digunakan dapat berbentuk buku sumber utama maupun buku penunjang
lainnya. Di samping itu, bahan bacaan penunjang seperti jurnal, hasil
penelitian, majalah, koran, brosur, serta alat pembelajaran yang terkait dengan
indikator dan Kompetensi Dasar ditetapkan. Sebagai bahan penunjang, dapat juga
digunakan disket, kaset, atau CD yang
berkaitan dengan bahan yang akan dipadukan. Guru, dalam hal ini, dituntut untuk
rajin dan kreatif mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam
pembelajaran. Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran terpadu
tergantung pada wawasan, pengetahuan, pemahaman, dan tingkat kreativitasnya
dalam mengelola bahan ajar. Semakin lengkap bahan yang terkumpulkan dan semakin
luas wawasan dan pemahaman guru terhadap materi tersebut maka berkecenderungan
akan semakin baik pembelajaran yang dilaksanakan.
Bahan
yang sudah terkumpul selanjutnya dipilah, dikelompokkan, dan disusun ke dalam
indikator dari Kompetensi Dasar. Setelah bahan-bahan yang diperlukan terkumpul
secara memadai, seorang guru selanjutnya perlu mempelajari secara cermat dan
mendalam tentang isi bahan ajar yang berkaitan dengan langkah kegiatan
berikutnya.
D. Sarana dan Prasarana
Dalam pembelajaran IPA terpadu diperlukan berbagai sarana dan prasarana
pembelajaran yang pada dasarnya relatif sama dengan pembelajaran yang lainnya,
hanya saja ia memiliki kekhasan tersendiri dalam beberapa hal. Dalam
pembelajaran IPA Terpadu, guru harus memilih secara jeli media yang akan
digunakan, dalam hal ini media tersebut harus memiliki kegunaan yang dapat
dimanfaatkan oleh berbagai bidang studi yang terkait dan tentu saja terpadu. Karena
digunakan untuk pembelajaran konsep yang direkatkan oleh tema, maka penggunaan
sarana pembelajaran dapat lebih efisien jika dibandingkan dengan pemisahan bidang
kajian.
Namun demikian, dalam
pembelajaran ini tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan sarana yang
relatif lebih banyak dari pembelajaran monolitik. Hal ini disebabkan untuk
memberikan pengalaman yang terpadu, peserta didik harus diberikan ilustrasi dan
demonstrasi yang komprehensif untuk satu topik tertentu. Guru dalam
pembelajaran ini diharapkan dapat mengoptimalkan sarana yang tersedia untuk
mencapai tujuan pembelajaran IPA Terpadu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar