A. ZAMAN
PRASEJARAH PENGHUNI GUMI SASAK. DAN ASAL-MUASAL
Banyak peristiwaperistiwa penting yang terjadi di masa lalu hingga hari
ini, akan tetapi sebagian besar peristiwa-peristiwa tersebut tidak dicatat atau
ditulis. Pada masa tersebut mungkin orang belum mengenal huruf atau budaya
baca-tulis sehingga tidak ada keterangan-keterangan yang ditinggalkan secara
tertulis. Sumber-sumber yang menjadi informasi adalah penemuan benda-benda
arkeologis seperti penemuan tengkorak, tulang-belulang manusia purba, alat-alat
dan senjata sederhana serta jejak jejak yang ditinggalkan pada lingkungan alam
(geologis). Masa itu disebut dengan zaman prasejarah. Sedangkan masa setelah
manusia mengenal tulisan sehingga berbagai peristiwa dapat tercatat, disebut
sebagai zaman sejarah. Kehidupan nenek moyang Gumi Sasak pada zaman prasejarah
sangat menarik untuk dipelajari serta memiliki ciri khas yang berbeda dengan
suku-suku lainnya di Indonesia. Kekhasan tersebut dapat dilihat dari struktur
dan model budaya yang kini berkembang. Berbagai penemuan-penemuan yang
diperoleh oleh masyarakat belum mendapatkan jawaban karena memang belum
dilakukannya penelitian dengan menggunakan teknologi tingkat tinggi seperti
radioisotop. Sampai saat ini, sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai
kajian tentang perjalanan orang-orang Sasak sejak eksisnya di pulau Lombok
adalah melalui cerita-cerita rakyat, babad lontar,
Barang-barang peninggalan masa lalu, dan hasil penemuan artefak/bukti
arkeologis lainnya. Sementara cerita-cerita rakyat dan babad lontar ini secara
keilmuan belum bisa dijadikan sebagai acuan ilmiah untuk mengetahui tentang
kebenaran sebuah peristiwa dalam sejarah. Penemuan-penemuan di Gunung Piring,
desa Truwai kecamatan Pujut,.Lombok Selatan oleh Proyek Penggalian dan
Penelitian Purbakala Jakarta pada tahun 1976 sedikit banyak memberikan gambaran
tentang tata-cara hidup serta sumber bahan makanan masyarakat suku Sasak masa
larnpau. Adapun penemuan-penemuan tersebut berupa periuk utuh, kereweng, kerangka
manusia,. sisa kulit kerang, arang, fragmen logam dan binatang. Selain penemuan
arkeologis tersebut, juga ditemukan arca Budha Awalokiteswara, nekara dan batu
nisan yang berhuruf China dan Arab. Penemuan-penemuan tersebut memberi
sinyalemen bahwa masyarakat suku Sasak masa lampau telah menjalin hubungan yang
intens dengan dunia luar. Dari penemuan benda-benda purbakala di Lombok Selatan
dapat disimpulkan bahwa kira-kira pada akhir zaman perunggu, pulau Lombok
bagian selatan telah dihuni oleh.sekelompok manusia yang sama kebudayaannya
dengan penduduk di Gua Tabon Vietnam Selatan, penduduk di Pulau
Pallawan-Filipina, penduduk di Gilimanuk Bali, dan penduduk di Malielo-Sumba.
Menurut Drs. M. M. Sukarto dan Prof. Solheim, guru besar di Universitas Hawai,
kebudayaan di Gunung Piring itu termasuk ke dalam Shan Huyn Kalanny Tradition.
Umum diketahui bahwa manusia purba di Indonesia merupakan jenis homo sapiens.
Terdapat dua ras homo sapiens di Indonesia, yaitu ras Mongoloid dan ras
Austromelanesoid. Adapun penyebaran kedua ras tersebut:
1.
Ras Mongoloid, khusus sub ras Melayu-Indonesia,
tersebar di sebagain besar wilayah Indonesia terutama Indonesia yang terletak
di bagian barat dan selatan antara lain Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok.
2.
Ras Austromelanesoid, tersebar di wilayah
Indonesia bagian timur terutama Irian Jaya dan pulau-pulau sekitamya.
Nenek moyang suku bangsa Indonesia menyusuri lembahlembah sungai di
Vietnam dan Thailand sampai di Semenanjung Malaya. Kemudian dengan menggunakan
perahu bercadik mereka datang ke nusantara, mendarat di Sumatera, Jawa,
Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara termasuk Lombok sampai ke Flores dan
Sulawesi Selatan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penghuni suku di pulau
Lombok berasal dari Asia Tenggara. Adapun kemudian penduduk pendatang nusantara
berasal dari Bali, Sulawesi Selatan, Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan
Nusa Tenggara Timur.
B. KEHIDUPAN
ZAMAN PRASEJARAH DI GUMI SASAK
Salah satu petunjuk tentang kehidupan masa lampau adalah adanya berbagai
peninggalan, termasuk peninggalan berupa jejak geologis yang dapat diamati pada
bentangan alam. Lokasi Belongas, Sekaroh dan lokasi sekitarnya merupakan
wilayah berbatu kapur yang kini kurang subur dan ditumbuhi semak-semak lantana.
Ketidaksuburan ini disebabkan oleh kebiftsaan nenek moyang suku Sasak pada masa
meramu yang biasa hidup berpindah-pindah. Nenek moyang suku Sasak pada awalnya
hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mengumpulkan
bahan makanan dari hewan dan tumbuhan. Kemudian pada tahap selanjutnya nenek
moyang suku Sasak bermukim (bertempat tinggal) secara berkelompok. Hidupnya
sudah lebih teratur dan membentuk pola-pola kepemimpinan di tempat tinggalnya.
Klasifikasi pemukiman masyarakat Sasak zaman prasejarah terdiri dari pemukiman
di daerah pantai dan pemukiman di daerah pedalaman. Dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemukiman
di daerah pesisir pantai.
Nenek moyarig kita yang tinggal di
pesisir pantai mengambil makanan dari pantai dan laut. Bukti tentang
kelileradaannya adanya alat yang ditemukan seperti jaring (kerakat), alat
penangkap cumi-cumi dan adanya sisa kerang.
2. Pemukiman di daerah pedalaman.
Nenek moyang kita yang tinggal di daerah
pedalaman (hutan) melqgambil bahan makanannya dari hutan maupun sungai-sungai
yang ada di dalam hutan. Adapun jenis alat yang telah ditemukan dan kini
disimpan di Museum NTB yaitu alat-alat berburu seperti tombak, jaring, serta
kodong ipin yang digunakan untuk menangkap udang dan kodong lindung yang
dipergunakan untuk menangkap belut.
C. SISTEM
KEPERCAYAAN
Kehidupan menetap menimbulkan ikatan antara manusia dengan alam
sekitarnya. Dengan demikian nenek moyang orang Sasak (Lombok) percaya bahwa
setiap benda memiliki roh yang disebut kepercayaan animisme. Bukti nenek moyang
orang Sasak percaya adanya roh-roh nenek moyang adalah penemuan situs
penguburan di Gunung Piring yang berada di daerah perbukitan. Menurut mereka,
di bukit-bukit yang tinggi tersebutlah roh nenek moyang bersemayam. Selain itu,
mereka percaya bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Oleh sebab itu,
mereka menyembah dan memuja roh-roh agar tidak terjadi bencana alam. Salah satu
alat upacara yang dipergunakan oleh nenpk moyang orang Sasak adalah nekara. Hal
ini terbukti dengan adanya penemuan nekara di desa Pringgabaya pada tahun 1999.
Akan tetapi sangat disayangkan bahwa nekara tersebut rusak pada saat penggalian
materi batu di wilayah tersebut. Nekara yaitu semacam tambur besar, bentuknya
seperti dandang terbalik dan dijadikan sebagai benda pusaka, dianggap suci dan
dipuja pada waktu mengadakan kegiatan upacara.
Seiring dengan semakin banyaknya pengaruh dari luar, maka integrasi
kepercayaan lokal dengan luar menimbulkan adanya sinkretisme dalam
ajaran-ajaran yang telah dianut sehingga muncul sistem kepe.rcayaan yang
disebut Boda. Boda merupakan anasir atau unsur dari berbagai kepercayaan. Yaitu
unsur dari animisme, yang percaya bahwa segala sesuatu mempunyai roh, kemudian
dinamisme, yang percaya bahwa setiap makhluk memiliki kekuatan gaib, juga
antropomorfisme yang melakukan pengenaan ciri-ciri manusia pada binatang atau
benda mati, serta politeisme yang percaya terhadap banyak Tuhan. Pengaruh
sinkretisme di dalam kepercayaan Boda ini, masih bertahan hingga pertengahan
abad ke 20 ini, yaitu masih mempercayai adanya kekuatan makhluk supernatural.
Makhluk tersebut antara lain:
1. Betara
Guru, yaitu raja dewa-dewa yang menurunkan raja-raja Lombok.
2. Bidadari,
yaitu sebangsa dewi yang hidup di Madya antara awang-awang.
3. Bebodo',
yaitu sebangsa hantu yang berkeliaran bila magrib tiba, terutama pada malam
Jum'at. Itulah sebabnya pada saat-saat itu, anak-anak dilarang bermain-main. la
suka menyembunyikan anak kecil yang diberi makan ulat. Untuk menemukannya
dipukulkan parang buntung.
4. Bake',
juga sebangsa hantu yang sangat jahat membuat manusia sakit. Tempat tinggalnya
di hutan, batu-batu besar dan pohon kayu yang rindang.
5. Belata',.sama
halnya dengan bake, hanya perbedaannya belata makan orang.
6. Bebai,
sejenis makhluk halus yang kecil, tidak semua orang dapat melihatnya. Bebai
dipelihara oleh selak.
7.
Sela', sebenarnya bukanlah makhluk halus
melainkan manusia biasa. Seorang
dapat menjadi sela disebabkan memiliki ilmu sejenis sihir. Oleh sebab itu, ia
dapat menjadi sesuatu sesuai kehendaknya. Ada juga orang menjadi sela' karena
keturunan, demikian juga orang yang beristrikan sela', maka ia menjadi sela'.
Jenis sela' ada dua yaitu:
a. Sela'
Beleq, kekuatannya lebih besar dan lebih hebat dalam menghancurkan kekuatan
lawan. Umumnya memakan bangkai dan kotoran manusia.
b.
Sela' Bunga, hidupnya di angkasa dan selalu
mencari musuh di malam hari. Sela' bunga tidak memakan makanan yang kotor
seperti halnya sela' beleq.
ZAMAN
KUNO GUMI SASAK
Pada periode akhir zaman prasejarah, masyarakat Gumi Sasak telah mulai
mengenal kehidupan secara teratur. Nenek moyang orang Sasak melakukan hubungan
dengan dunia luar sehingga berbagai peralatan semakin berkembang dengan adanya
sating tukarmenukar barang, mulai dari barang-barang untuk melengkapi kebutuhan
hidup sehari-hari hingga perhiasan. Benda-benda dari hasil temuan tersebut
merupakan kekayaan budaya material yang dapat menggambarkan tentang aktivitas
dan kreativitas kehidupan masa lalu. Penemuan lain seperti, piring porselin dan
buli-buli, menunjukkan adanya
hubungan masyarakat gumi Sasak dengan China. Piring porselin tersebut
diperkirakan berasal dari abad XII M sampai dengan abad XIII M pada masa
Dinasti Sung. Sedangkan buli-buli berasal dari masa Dinasti Yuan abad XIII M
dan XIV M. Selain itu, ditemukan juga kedudeng, yang biasa dipergunakan sebagai
perhiasan pada masyarakat desa Bayan. Hal ini sangatlah beralasan karena bangsa
China telah menguasai jalur perdagangan laut. Perdagangan lewat jalur laut
memungkinkan terjadinya arus dagang dalam jumlah besar sehingga barang-barang
yang berasal dari China juga banyak ditemukan di Gumi Sasak. Penemuan batu
nisan yang bertuliskan huruf China dan Arab di Pringgabaya masih belum
menunjukkan jawaban yang pasti tentang
hubungan China dengan Islam di Gumi Sasak karena belum adanya kajian secara
khusus tentang hal tersebut.
A. PENGARUH
HINDU-BUDHA
Dalam kehidupan yang lebih teratur, nenek moyang kita menerima berbagai
pengaruh baik yang berasal dari pengaruh agama Budha maupun pengaruh dari agama
Hindu. Pengaruh Agama Budha telah dapat diketahui sejak awal keberadaan
kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia seperi Kutai, Tarumanegara dan
Sriwijaya. Ketika kerajaan Sriwijaya berkuasa, pulau Lombok (Gumi Sasak)
disebutkan sebagai wilayah kekuasaannya. Adapun wilayah. kekuasaan Sriwijaya
meliputi: Sin-to (Sunda), yang berbatasan dengan Yong-ya-lu (Jenggala); Batas
Suchi-ton (Sriwijaya), adalah Suito. Disamping kekuasaan Yong-ya-lu juga Ta-ban
(Tumapel), Pohu-yuan, Ma-teng (Medang), Hsi-ning, Teng-che, Ta-kang, Huanma-chu,
Ma-li (Bali) Niu-lun (Lombok), Tan jung-wu-lo (Tanjung Pura, Kalimantan), Ti-wu
(Timor), Peng-ya-i (Banggai, Sulawesi), Wa-nu-ku (Maluku) Bukti konkrit adanya
pengaruh agama Budha di Gumi Sasak adalah:
1. Temuan
empat buah arca Budha dari perunggu pada tahun 1960 di Lombok Timur tepatnya di
Batu Pandang, kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Keempat patung Budha
tersebut kini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Dua di antara patung
tersebut dikenal sebagai Tara dan Awalokiteswara. Menurut Dr. Soekmono, satu
diantaranya mirip dengan patung Budha yang terdapat di candi Borobudur berasal
dari abad IX M danX M.
2. Penemuan
sebuah genta di Pendua, desa Sesait, kecamatan Gangga Lombok Barat. Genta yang
ditemukan terbuat dari perunggu, bentuknya menyerupai stupa dengan tangkai
bagian atas diberi hias wajra berujung lima. Wajra adalah tanda dewa Indra atau
tanda pendeta Budha. Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya, maka muncullah
kerajaan Majapahit. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan Sriwijaya, diantaranya adalah:
serangan dari Colomandala di India, daerah kekuasaan di Semenanjung Malaya
melepaskan diri, munculnya Kertanegara sebagai raja Singasari yang bercita-cita
menyatukan nusantara, serta adanya ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M. Kerajaan
Majapahit Merupakan kerajaan yang bercorak Hindu terbesar dan memiliki pengaruh
sangat luas di nusantara.
Keberadaan pulau Lombok (Gumi Sasak) sendiri tertulis dalam kitab Negara
Kertagama karya Mpu Prapanca pada zaman kerajaan Majapahit. Nama pulau Lombok
disebutnya dalam Sarga XIII dan XIV dengan perincian sebagai berikut:
"Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi dan Irian Jaya. Sesudah gurun maka sampailah kita ke daerah pulau
Lombok Mirah Sasak yang utama". Sebagai wilayah kekuasaan Majapahit, maka
pengaruh agama Hindu berkembang juga di Gumi Sasak. Hal itu dibuktikan melalui:
1.
Temuan Arca Siwa Mahadewa Tahun 1950, di Batu
Pandang, Desa Sapit Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Arca tersebut bergaya
Jawa-Tengahan abad IX M.
2.
Adanya tradisi (lisan?) masyarakat Pujut yang
menyatakan bahwa asal usul nenek moyang mereka berasal dari Majapahit melalui
Raden Mas Mulia. Raden Mas Mulia kawin dengan putri Dewa Agung Putu Alit dari
Klungkung bernama Dewi Mas Ayu Supraba. Dari Bali, Mas Mulia berangkat menuju
Lombok disertai 17 keluarga dan menetap di Pujut.
B. KERAJAAN
TERTUA GUMI SASAK
Kerajaan-kerajaan yang pernah
berkuasa di Pulau Lombok pada masa lampau adalah sebagai berikut:
1.
Menurut babad Lombok kerajaan tertua di Lombok
terletak di desa Lae' diperkirakan di sekitar Sambelia. Beberapa tahun pindah dan membangun negeri baru yang disebut
Pamatan di kecamatan Aikmel. Ketika meletusnya gunung Rinjani, penduduk
kerajaan ini terpencar-pencar antara lain ada yang ke Batudendeng kemudian
Suwung yang terletak di sebelah utara Perigi. Rajanya bernama Batara Indra.
Setelah itu lahirlah kerajaan Lombok yang dipimpin oleh Raden Maspahit.
2.
Sumber lain mengatak°an,bahwa setelah kerajaan
Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit, Raden Maspahit melarikan diri ke
dalam hutan, dan sekembalinya tentara itu Raden Maspahit membangun kerajaan
baru yang bernama Batu Parang yang kemudian terkenal dengan nama Selaparang.
3.
Sumber yang lain lagi mengatakan bahwa pada abad
ke XIII M disebutkan kerajaan Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran
dari Jawa di bawah pimpinan Prabu Inopati. Ketika Majapahit mengirimkan
ekspedisinya ke pulau Bali tahun 1343 M diteruskan ke Lombok di bawah pimpinan
Empu Nala untuk menaklukkan Selaparang. Setelah.berhasil ditaklukkan, Gadjah
Mada sendiri datang ke Lombok yang saat itu dikenal dengan nama Selapawis.
Kedatangan Gadjah Mada ke Lombok ditulis dalam sebuah memori yang disebut
Bencangah Pinan. Sejak kehancuran Selaparang Hindu, muncul kerajaan-kerajaan
kecil di pulau Lombok, diantaranya adalah kerajaan Mumbul yang berpusat di
Labuhan Lombok.
4.
Kira-kira pada abad IX M sampai abad ke XI M di
Lombok berdiri satu kerajaan bernama kerajaan Sasak (diketahui dari kentongan
perunggu di Punjungan Tabanan). Mengenai bentuk dan susunan pemerintah kerajaan
ini tidak diketahui dengan pasti. Kentongan tersebut merupakan peringatan
kemenangan Negara Sasak atas Bali yang kira-kira dibuat setelah jaman Anak
Wungsu (1077 M).
5.
Kerajaan Kedaro, merupakan kerajaan yang
terletak di Belongas, rajanya bernama Ratu Maspanji berasal dari Jawa, kemudian
pindah ke Pengantap dengan nama kerajaan Samarkaton. Peninggalan kerajaan ini
ialah pakaian kerajaan yang disimpan oleh Amaq Darminah di Belongas. Demikian
pula alat-alat upacara seperti gong, saat ini masih tersimpan di Penujak.
Kerajaan ini berakhir ketika terjadi serangan dari kerajaan Langko yang
dipimpin oleh Patih Singarepa dan Patih Singaulung.
ASAL-USUL
NAMA SASAK LOMBOK
A. ASAL
NAMA SASAK DAN LOMBOK
Sasak dan Lombok memiliki arti
yang beraneka ragam. Adapun arti Sasak dan Lombok dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1.
Sumber lisan: Sasak, karena zaman dahulu
ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat.
2.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa: Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi
satu.
3.
Kitab Negarakertagama (Decawanana): Sasak dan
Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur
disebut Sasak Adi.
4.
Dr. C.H. Goris: "Sasak berasal dari bahasa
Sansekerta (Sak = pergi dan Saka = asal). Jadi Orang Sasak adalah orang yang
meninggalkan negerinya dengan menggunakan rakit sebagai kendaraannya. Orang
yang pergi: tersebut dimaksudkan adalah orang Jawa. Hal ini dibuktikan dengan
adanya silsilahpara bangsawan dan juga hasil sastra digubah dalam bahasa Jawa
Madya dan berhuruf Jejawan (huruf sasak) ".
5.
Dr Van Teeuw dan P. De Roo De La Faille:
"Sasak berasal dari pengulangan tembasaq (kain putih) yaitu saqsaq sehingga
menjadi Sasak dan kerajaan Sasak berada di sebelah barat daya ".
6.
Ditjen Kebudayaan Provinsi Bali: "Di
Pujungan Tabanan Bali terdapatsebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan
bertuliskan "Sasak dana prihan, srih javanira ". Tongtong itu ditulis
setelah Anak Wungsu, sekitar abad ke- 12 M.
7.
Dalam babad Sangupati: "Lombok terkenal
dengan nama Pulau Meneng (sepi) ". 8. Steven van der Hagen: "Pada
tahun 1603 di Labuan Lombok banyak beras yang murah dan hampir setiap hari
dikirim ke Bali sehingga pelabuhan Lombok dipopulerkan menjadi Lombok".
Sampai akhir abad ke-19, pulau Lombok terkenal dengan nama Selaparang.
Kerajaan ini semula bernama Watu Parang kemudian berubah menjadi Selaparang.
Dalam suatu memoar tentang kedatangan Gadjah Mada di Lombok, waktu itu pulau
Lombok disebut Selapawis (bahasa kawi: sela berarti batu dan pawis berarti
ditaklukan). Jadi Selapawis berarti batu yang ditaklukan.
B. SASAK
DAN LOMBOK SEBUAH SATU KESATUAN
Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat
dipisahkan. Keduanya terjalin menjadi satu yang berasal dari kata Sa'sa'Loombo.
Kata sa' artinya satu, dan lombo' artinya lurus. Dengan demikian, Sasak Lombok
berarti satunya lurus atau "satu-satunya kelurusan". Selanjutnya
dijelaskan arti dan makna Sasak Lombok ditinjau dari beberapa segi, antara
lain:
1.
Segi Bahasa. Bahasa sasak sangat sederhana,
paling banyak hanya terdiri dari dua suku kata. Cukup dengan menambahkan kata
"timur" atau "barat", dan "utara" atau
"selatan". Contoh, mamben lauq, mamben deye. Kemudian apabila di
tempaf itu berdiri sebuah pohon, misalnya pohon asam, maka dusun yang dicarikan
nama itu, cukup dinamakan dengan "Dasan Bagik" (bagik = asam),
2.
Segi keyakinan dan bermasyarakat. Suku Sasak
bersandar pada Sa'sa' Lombo', sebagai sesuatu yang diyakini. Hal ini
berpengaruh positif dalam hidup dan kehidupannya. Adapun sikap-sikap yang
dimaksudkah dalam hidup beragama yaitu:
a. Penyerahan
diri kepada Tuhan (Tauhid). "aninya orang yang
b. Taat
kepada Tuhan.
c. Taat
kepada pemerintah.
d.
Taat kepada orang tua.
Suku sasak sangat teguh memegang apa yang diajarkan
kejujuran sebelumnya begitupula dalam hidup bermasyarakat seperti:
a.
Penyebaran Islam pada tingkat permulaan, yang
shalat hanya para mubalig, karena mereka sangat taat dengan ajaran yang sudah
diterimanya dari guru yang pertama tadi. Hal ini terbukti pada masyarakat yang
dinamakan "Islam Wetu Telu".
b.
Penduduk Lombok sangat taat kepada orang tua
(ibu bapak atau orang yang lebih dewasa). Jika orang tua telah memiliki
pendapat atau saran, maka yang lainnya harus ikut pendapat atau saran tersebut.
c.
Kejujuran atau kesederhanaan. Mereka beranggapan
bahwa orang yang lebih tua dan patut lebih dihormati itu tidak akan
membohonginya. Itulah yang menjadi dasar bagi masyarakat "Waktu Telu"
pada masa transisinya, bahwa untuk menjalankan syari'at agama, lebih banyak
diserahkan pada para kyai dan pemangkunya.
3.
Segi ketaatan kepada pemerintah. Orang sasak
sangat taat dalam menjalankan ajaran agamanya. Adanya ajaran-ajaran taat kepada
Tuhan, taat kepada Rasul dan taat kepada pemerintah, merupakan ajaran yang
harus dijalankan.secara murni dan apa adanya. Dalam hal ini nampak kelemahan
bagi mereka yang bulat-bulat menyerahkan persoalannya kepada seorang pemimpin.
Kalaupun ada yang kemudian temyata menipunya, mereka juga tidak akan memberikan
reaksi yang berlebihan. Palingpaling mereka akan menggerutu dan dalam bahasa
sasak mengatakan: "la penje ia penjahit, ia pete id dait, bagus pete bagus
tedait, lenge pete lenge tedait". Dari penjelasan tersebut di atas maka
dapat disimpulkan nama suku dan pulau ini berasal dari Sa'sa'Lombo' menjadi
"Sasak Lombok" yang artinya satu-satunya kelurusan. Sifat-sifat
tersebut tercermin dalam sifat datu dan pemban pada masa lampau. Datu dan,
pemban adalah sosok pemimpin yang mengayomi, mengemong rakyatnya. Pemimpinnya
tidak mementingkan istana yang megah. Yang penting rakyatnya dapat makan. Hal
tersebut merupakan salahsatu alasan yang kuat mengapa bangunan istana raja,
datu atau pemban tidak ditemukan di Gumi Sasak. Dengan demikian orang Sasak
Lombok adalah orang-orang yang menjunjung tinggi nilainilai kejujuran
(kelurusan).
TATA BUDAYA ADAT SASAK
Suku sasak dikenal sebagai suku yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika
dan sopan santun, baik terhadap sukunya maupun terhadap suku lain yang datang
dari luar daerah. Suku Sasak, sekalipun terdapat perbedaan dalam dialek bahasa
dan budaya tapi tidak memperbesar perbedaan-perbedaan itu namun menjunjung
tinggi azas kebersamaan dan persatuan, seperti pepatah yang mengatakan
"bulat air dalam pembuluh, bulat kata dalam mufakat ". Suku sasak
sangat disegani oleh siapapun karena sifat-sifatnya yang arif, terutama dalam menghargai
nilai-nilai budaya adat yang dimulai dengan menghormati dan menghargai sesama
umat manusia dari seluruh lapisan masyarakat yang paling bawah (panjak pirak,
jajar karang, kiai penghulu, raden ida dani para pengelingsir). Sebagai
implementasi dan penjabaran dari adat (cara yang telah disepakati oleh ida dani
para penglingsir pemangku adat) tempo dulu suatu pola pelaksanaan adat,
bagaimana kita saling menghargai, seberapa jauh kebijaksanaan orang tua (orang
yang lebih dihormati) terhadap anak-anak, golongan yang lebih rendah, bagaimana
hal ini dapat dicerminkan dalam sopan santun berbahasa dan bersikap berdasarkan
posisi dan tingkat keberadaan suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Untuk
penerapannya dibuatlah awiq-awiq. Tidak diperlukan suatu proses upacara adat,
penekanan pada penerapan sopan santun dan etika dalam bersikap dan berbahasa
sesuai dengan tingkat dari hubungan kekeluargaan dan tingkat status sosial
(prinsip sopan santun tata krama). Jika kita sebagai anak, maka harus
menunjukkan hormat pada yang lebih tua dan sebagai orang yang lebih tua kita
harus sayang kepada orang yang lebih muda dengan menunjukkan kearifan dan
kebijaksanaan dengan sentuhan mendidik. Penerapan pola ini berlaku pada semua
suasana, misalnya bagaimana kita bersikap dalam suasana duduk, makan atau
berjalan bersama. Dalam kebersamaan itu harus dihiasi dengan tingkah laku, budi
pekerti, adat dan tata krama sebagai seorang penerima tamu.
A. GARIS
KETURUNAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL
Pada umumnya, pelaksanaan tata budaya adat Sasak sering dikaitkan dengan
garis keturunan. Untuk mengetahui tindakan, sikap yang harus dilakukan oleh
orang Sasak, mereka harus memperhatikan garis keturunan. Orang Sasak melihat
garis keturunan dari pihak orang tua laki-laki atau patrilineal. Masyarakat
Sasak bisa menghitung keturunannya tujuh keturunan ke atas dan tujuh keturunan
ke bawah. Adapun garis keturunan tersebut adalah seperti terlihat pada tabel
berikut: Begitupula harus diperhatikan stratifikasi soal masyarakat. Pada
masyarakat tradisional (zaman kerajaan) yang menempati status sosial tertinggi
adalah golongan bangsawan (Raden); golongan kedua adalah masyarakat golongan
ulama (Kyai, Penghulu), golongan ketiga adalah masyarakat biasa yang terdiri
dari petani dan pedagang (Jajar Karang). golongan keempat adalah golongan
orang-orang yang menghambakan dirinya atau suruhan (Panjak Pirak). Sedangkan
pada masyarakat Sasak yang sudah modern, status sosial masyarakatnya
berdasarkan pekerjaan dan tingkat pendidikan.
B. ADAT MENERIMA
TAMU
1. Menerima Tamu Biasa.
Penerimaan tamu yang berasal dari
orang-orang biasa, maka begitu tamu telah memberikan tanda ia telah datang,
apakah dengan mengetuk pintu atau dengan cara memberikan salam (memarek) tuan
rumah, dalam situasi ini segera mengambil sikap sebagai tuan rumah yang baik.
Tuan rumah segera mempersilahkan masuk untuk duduk, tamu tidak boleh angkat
bicara sebelum ada permintaan dari tuan rumah sebagai ungkapan hormat, tuan
rumah mengatur sirih dan perlengkapannya dalam penginang (wadah), atau rokok
dengan tatakan (lantar). Falsafahnya: bahwa keanekaragamannya isi penginang
kalau semuanya dicampur dan dimakan akan menghasilkan citra rdsa nikmat dan
hangat artinya manusia dalam berbagai perbedaan akan lebih indah jika ada
kebersamaan dalam berbuat baik dalam keadaan susah dan senang, mempererat dan
menghangatkan, tali kasih dan silaturrahmi diantara mereka. Setelah itu baru
tuan rumah merespon apa maksud kedatangan tamu tersebut (perekan) dengan
pembuka bicara, "Apa kabar saudara" (napi kabar sanak"), selanjutnya
tamu menyampaikan maksud kedatangannya. Setiap ucapan selaras dengan gerakan
anggota badan misalnya mempersilahkan dengan jempol yang dipapah dengan tangan
kiri di bawah, disini kita harus hati-hati jangan sampai salah cara (sisip) dan
jangan sampai tingkah laku membuat tuan rumah marah atau kecewa (menggah).
2. Menerima Tamu Pemerintah (Datu)
Tamu dari pemerintah ada dua versi
yaitu tamu yang tidak memahami bahasa dan adat Sasak dan tamu yang memahami
adat Sasak. Tamu yang memahami dan mengerti bahasa dan tata krama suku sasak,
maka ungkapan hormat upacara penyambutan, ditunjukkan dengan bahasa dan etika.
Misalnya, sebagai penerima tamu pada tahap awal kita harus menyusun tata cara
penyambutan secara adat sasak dengan mempersiapkan sarana yang diperlukan seperti:
a. Sirih,
pinang, kapur sirih yang berada dalam satu wadah, (penginang).
b. Payung
agung berwarna, cerah yang memakai renda. Mempunyai falsafah yang menunjukkan
betapa agung dan byaksananya tamu yang akan dipayungi oleh kebesaran dan
tanggungjawabnya sebagai pemerintah dalam mengayomi rakyatnya secara adil.
c. Selendang
penghormatan, yang akah dikalungkan pada tamu dari tenunan ash Sasak.
Falsafahnya: ³dengan segala kekurangan dan kelebihan kami (tuan rumah) sebagai
rakyat akan mempersembahkan pengabdian apa adanya."
d. Pasukan
keamanan dengan senjata (keris/kelewang). Falsafahnya: berarti kami rela
berkorban jiwa dan raga untuk membela pemerintah dan tanah air (datu dait gumi
paer). Pasukan ini harus menggunakan pakaian adat dengan menggunakan penutup
kapala (sapuq), kain pengikat pinggang (dodot) tempat menyelipkan keris.
Hati-hati dalam penyelipan keris karena kalau di depan berarti menantang,
apalagi kalau dibuka berarti perintah untuk menyerang, maka untuk penyambutan
tamu harus diletakkan di belakang.
e. Kesenian
sasak seperti jidur, gendang beleq, kemong, suling, preret dan lain-lain.
Falsafahnya: melambangkan kebahagiaan dan kemenangan yang diraihnya (gending
Asmaradhana) dengan tarian kebahagiaan (egelan gagk mandiq).
f. Pasukan
penyambut laki-laki dan perempuan (Terune Dedare). Falsafahnya: berarti
keakraban, keramahtamahan dan kebahagiaan karena didatangi oleh pemerintah
(datu) . Adapun tata cara dan format penyambutannya adalah:
1)
Sebelum tamu mendekati peristirahatan
(pelungguhan) tamu disambut oleh barisan payung agung dengan pakaian penerima
tamu utama, baju berwarna cerah yang dililiti kain tenun cerah sampai dada,
penutup kepala dan kain batik, tidak boleh menggunakan alas kaki.
2)
Selanjutnya barisan laki-laki dan perempuan
menemani agar tamu merasa tidak risih.
3)
Barisan keamanan (ksatria) memberikan rasa aman
pada tamu. Pasukan ini tetap berjalan tegap menjaga berbagai kemungkinan yang
akan terjadi. Pasukan berpakaian hitam dari penutup kepala sampai bawah (kain)
dengan bunga yang disunting di telinga.
4)
Barisan paling belakang adalah kesenian. Begitu
tamu sampai di tempat peristirahatan (duduk) disambut dengan pengalungan
selendang sebagai ucapan selamat datang oleh tiga putri sebagai pendamping.
Perlengkapan penginang disuguhkan, baru kemudian tamu dipersilahkan duduk
(melinggih).
UPACARA ADAT LINGKARAN HIDUP
Upacara kegiatan mi berkaitan dengan lingkaran (daur) hidup manusia yang
perlu diupacarakan agar mendatangkan berbagai keberkahan dalam menjalankan
kehidupan. Adapun upacara-upacara tersebut yaitu upacara kelahiran, upacara
perkawinan, upacara kematian. Untuk mengetahui seluk beluk kegiatan upacara
dimaksud, dapat diuraikan sebagai berikut:
A. UPACARA
KELAHIRAN
1.
Bretes
Upacara bretes
dilakukan setelah usiakandurigan tujuh bulan dengan maksud memberikan
keselamatan kepada calon ibu dan bayinya. Setelah bayi lahir, ari-arinya
diperlakukan sama dengan sang bayi, karena menurut mereka ari-ari adalah
saudara sang bayi yang oleh orang-orang Sasak disebut adik-kakak, berarti bayi
dan ari-arinya adalah adik-kakak. Setelah ari-ari dibersihkan kemudian
dimasukkan ke dalam periuk atau tempurung kelapa setengah tua yang sudah
dibuang airnya kemudian ditanam di wilayah penirisan yang diberi tanda dengan
gundukan tanah seperti kuburan. Sebagai batu nisannya dipergunakan bambu kecil
berlubang yang diletakkan berdampingan dengan lekesan daun sirih yang sudah
digulung dan diikat dengan benang putih, pinang, kapur sirih dan rokok
tradisional. Semua kelengkapan tadi'ditata dalam rondon. Rondon tersebut dari
daun pisang yang berbentuk segi empat menyerupai kotak.
2.
Melahirkan
Anak Setelah itu mengadakan sesaji atau selamatan
melalui upacara tertentu yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan mereka
seharihari, sebagaimana halnya yang dilakukan wanita Sasak apabila melahirkan,
maka suaminya segera mencari belian (dukun beranak) yang mengetahui seluk-beluk
melahirkan tersebut.
Dalam melahirkan, apabila calon ibu kesulitan dalam
melahirkan maka belian atau dukun beranak menafsirkan bahwa tingkah laku sang
ibu sebelum hamil, misalnya kasar terhadap suami atau ibunya, untuk itu
diadakan upacara seperti menginjak ubunubun, meminum air bekas cuci tangan yang
disertai dengan mantra dan sebagainya agar mempercepat kelahiran sang bayi.
3.
Molang Malik.
Pada saat bayi berumur tujuh hari diadakan upacara
molang malik (membuang sial), diperkirakan dalam usia tersebut pusar bayi telah
gugur. Pada kesempatan itulah sang bayi diberi nama dan diperbolehkan keluar
rumah: Belian (dukun beranak) mengoleskan sepah sirih di atas dada dan dahi
sang bayi maupun ibunya.
Di beberapa tempat di Lombok selairi upacara molang
malik dikenal juga upacara pedaq api yang pada hakikatnya bertujuan sama.
Prosesi pelaksanaan pedaq api adalah:
a. Mem-boreh
sang ibu dengan boreh yang sudah diramu atau dihaluskan dan diberi doa oleh
dukun beranak.
b. Setelah
selesai memboreh lalu dukun menyiapkan bara api yang terbuat dari sabut kelapa
yang ditaburi dengan kemenyan dari daun lemundi (sejenis tumbuhan perdu).
c. Ibu
bayi menggunakan kain secara bekemben (kain sampai batas dada) sambil
menggendong bayinya dan berdiri di atas bara api dan kemudian dukun memberinya
do'a/mantra.
d. Setelah
dukun beranak atau belian selesai berdo'a baru api disiram dengan air bunga
rampe (medak api).
e. Kemudian
sang ibu menyembe' dan menjam jam (mendo'akan si bayi menurut kehendak sang
ibu). Hal ini dilakukan apabila tali pusar sang bayi sudah kering dan terlepas
dari pusarnya. Pada saat itu juga diadakan upacara turun tanah (turun giumi)
dengan menurunkan bayi tersebut sebanyak tujuh kali ke atas tanah. Bertepatan
dengan ini juga diadakan pemberian nama pada si bayi. Untuk bayi perempuan
diturunkan bilamana terdapat alat nyesek (menenun) dan untuk bayi laki-laki
diturunkan bilamana terdapat tenggele/bajak (alat pertanian). Umunmya di
beberapa tempat, si bayi yang
melangsungkan upacara pedaq api digendong memakai umbaq (lempot). Bila bayinya
perempuan maka yang dipakai adalah umbaq yang dipakai milik ayah, sedangkan
jika laki-laki maka yang dipakai adalah umbaq milik ibunya. Bagi orang Sasak
Lombok, pusar si bayi yang sudah jatuh disimpan dan dibungkus dengan kain putih
dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung perak atau kuningan untuk dijadikan
azimat. Selain itu air bekas siraman pusar bisa dijadikan obat apabila si anak
sakit mata.
4.
Ngurisang.
Upacara ini sangat penting artinya bagi sebuah
keluarga, rambut yang dibawa dari dalam kandungan disebut bulu panas, maka
harus dihilangkan. Untuk itu masyarakat Sasak melakukan selamatan; doa atau
upacara sederhana yang disebut ngurisang. Pada upacara ini pihak keluarga
mengundang para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat untuk membacakan
selakaran yang terdiri dari untain doa dan Shalawat Nabi. Biasanya seorang
laki-laki atau ayahnya menggendong bayi tersebut sambil berjalan berkeliling di
hadapan orang-orang yang sedang membacakan selakaran serta masing-masing yang
hadir memotong sedikit rambut sang bayi dengan gunting yang direndam dalam air
bunga. Pada upacara ini dikenakan sabuk pemalik yakni alat yang dipergunakan
untuk menggendong si bayi: Sabuk pemaliq dianggap keramat karena proses
pembuatan dan penyimpanannya berdoa.
Upacara ngurisang biasanya diadakan secara
besar-besaran dan diikuti dengan upacara bekekah yaitu memotong hewan qurban
disebut begawe kekah. Seringkali terkadang pelaksanaan bekuris agak mundur
karena terkait dengan finansial. Namun jika tidak mampu cukup pergi ke dukun
beranak yang telah membantu kelahirannya. Dalam hal ini cukup mengantar sesaji
(andang-andang) dan sabuk katiq (sejenis umbaq tepi berukuran kecil dengan
bentuk masih bersambung). Sabuk ketiq di Sembalun disebut lempot puset
sedangkan di Getap disebut sabuk kuning.
Beberapa kelompok masyarakat ada yang melaksanakan
upacara ngurisang di pedewaq atau kemaliq (ritual waktu telu) disebut begawe
rasul. Sebelum upacara ngurisang dimulai terlebih dahulu dibuatkan umbaq
kombong yaitu umbaq yang rumbainya tidak terdapat ikatan kepeng bolong (uang
logam China). Jika terdapat ikatan pada rumbainya maka umbaq tersebut dipergunakan
pada upacara Ngayu-Ayu di Sembalun. Tenun umbaq kombong dibuat oleh ibu atau
nenek yang dipandang memiliki kemampuan secara spiritual dan tidak dalam
keadaan kotor. Jika tidak memiliki kemampuan dapat mendatangkan bencana bagi si
penenuji
5.
Nyunatang
Nyunatang (Khitanan) selain merupakan acara adat, juga
merupakan acara keagamaan dalam hal ini terkenal dengan nama
"nyunatang". Pada umumnya suku Sasak memeluk agama Islam yang dalam
ajarannya diperintahkan bagi anak laki-laki 'untuk dikhitan (nyunatang). Dalam
nyunatang terjadi pertalian antara nilainilai agama Islam dengan tradisi lama
yang berkembang dalam suku Sasak, sehingga diadakan pada bulan maulid nabi
besar Muhammad SAW. Anak laki-laki yang akan dikhitan biasanya berumur lima
tahun atau tujuh tahun; namun dalam praktiknya anak-anak yang berumur empat
tahun pun dikhitan. Dalam upacara nyunatang ada beberapa hal yang hatus
dilakukan:
a. Menjelang
Nyunatang. Upacara adat nyunatang adalah salah satu upacara yang sangat
periting bagi masyarakat Sasak .yang selalu dipestakan disebut begawe. Dalam
prosesi begawe ini banyak sekali dilalui berbagai macam acara seperti pergi
membersihkan beras ke mata air yang diiringi dengan bunyi-bunyian musik
tradisional gendang beleq atau gamelan.
b. Pelaksanaan
Penyunatan. Sehari sebelum peldksanaan nyunatang terlebih dahlilu diambilkan
air kemaliq untuk disiramkan ke ujung kemaluan yang akan dipotong, biasanya
diiringi dengan, bunyi-bunyian.
Proses penyiraman dan pemandian. dilangsungkan pada
tengah malam. Pada keesokan harinya
untuk menyenangkan anak yang akan disunat maka anak tersebut diarak dengan
praja (kuda/singa kayu) yang diiringi dengan musik dan rombongan yang
berpakaian adat. Anak yang akan dikhitan dibawa.ke fempat penyunatan (sepekat).
Setelah disunat segera didbati, untuk mengurangi pendarahan pada bekas sunatan,
ditaburi bulu kucing yang dicampur dengan kuning telur, supaya lekas kering
ditaburi dengan batu karang yang telah ditumbuk halus.
Di Bayan, upacara nyunatang dilaksanakan pada hari
Kamis sebagai puncak acara dalam bulan maulid. Hal ini dikaitkan dengan
kelahiran seorang rasul pembawa agama Islam. Kegiatan ini bermakna 'simbolis :
atas pengakuan, pembentukan dan pembinaan dalam fase awal untuk menjadi seorang
muslim. Oleh karena itu, diyakini sangat tepat upacara nyunatang dirangkaikan
dengan peringatan akhir kelahiran nabi. Kemudian, untuk keperluan nyunatang
dibuatkan pepaosan yaitu balai yang dihias sebagai tempat duduk undangan yang
melambangkan derajat upacara resmi. Untuk menghias tempat pepaosan sering
digunakan kereng kemaliq (kain 'yang disucikan), sedangkan petugas yang disuruh
membuat pepaosan adalah seorang nyaka dan mantri yang didatangkan dari berbagai
kampung. Bagi anak-anak di Bayan yang akan dikhitan diharuskan memakai kereng
yang khusus ditenun pada bulan Rabiul Awal.
B. UPACARA PERKAWINAN
Adat perkawinan pada masyarakat Lombok dikaitkan dengan upacara sorong
serah aji krama. Seorang pemuda (terune) dapat memperoleh seorang istri
berdasarkan adat dengan dua cara yaitu: pertama, dengan soloh (meminang kepada
keluarga si gadis), kedua, dengan cara merariq (melarikan si gadis). Setelah
salah satu cara sudah dilakukan, maka keluarga pria akan melakukan tata cara
perkawinan sesuai dengan adat Sasak. Adapun prosesi secara lengkap adalah sebagai
berikut:
1. Mesejati:
Mengandung arti bahwa dari pihak
laki-laki mengutus beberapa orang tokoh masyarakat setempat atau tokoh adat
untuk melaporkan kepada kepala desa atau keliang (kepala dusun) untuk
mempermaklumkan mengenai perkawinan tersebut tentang jati diri calon pengantin
laki-laki dan selanjutnya melapor kepada pihak keluarga perempuan.
2. Selabar:
Mengandung maksud untuk
mempermak-lumkan kepada pihak keluarga calon pengantin perempuan yang
ditindaklanjuti oleh pembicaraan adat istiadatnya meliputi aji kerama yang
terdiri dari nilai-nilai 3366-100 dengan dasar penilaian uang atau kepeng
bolong atau kepeng jamak, bahkan kadangkadang acara selabar ini dirangkaikan
dengan permintaan wali sekaligus.
3. Menjemput
Wali:
Menjemput wali adalah menjemput wali
dari pihak perempuan bisa langsung pada saat selabar atau beberapa hari setelah
selabar dan hal ini tergantung kesepakatan dua belah pihak (kapisuka).
4. Mengambil
Janji:
Dalam pelaksanaan pengambilan janji
ini adalah membicarakan seputar sorong serah dan aji krama sesuai dengan adat
istiadat yang berlaku di dalam desa atau kampung asal calon mempelai perempuan.
5. Ajikrama
(Sorong Serah):
Berasal dari kata "aji" dan
"kerama". Aji berarti nilai dan kerama berarti cara atau adat.
Berarti ajikrama artinya nilai adat. Ajikrama disebut juga sorong serah yaitu
suatu pernyataan persetujuan kedua belah pihak baik dari pihak perempuan maupun
dari pihak laki-laki (take and give). Dalam acara sorong serah ini kedua belah
pihak, yaitu pihak lakiGumi Sasak Dalam Sejarah laki mengirim rombongan yang terdiri dari 20 sampai 30 orang
mendatangi keluarga pihak perempuan dengan membawa harta benda yang dinamakan
gegawan. Rombongan ini disebut penyorong sedangkan keluarga pihak perempuan
yang akan menerima disebut penanggap. Macam-macama harta benda yang dibawa
penyorong adalah:
a. Sesirah,
berupa barang atau logarn mulia seperti gelang emas. Simbol ini berarti untuk
membedakan antara orang bebas dengan budak. Pada zaman dahulu semasih ada
perbudakan masih berlaku akan tetapi sekarang ini hanya sebagai perlengkapan
saja.
b. Lampak
Lemah: lampak artinya telapak, dan lemah artinya tanah. Dengan demikian, lampak
lemah ini berupa uang memiliki makna sebagai penghapus bekas telapak kaki di
atas tanah yang pernah dilewati oleh calon mempelai wanita sewaktu ia melarikan
dirinya meninggalkan orang tua dan keluarganya.
c. Pemegat
berarti pemutus, berupa uang yang terdiri dari seikat benang bolong yang
dipergunakan sesudah semua pembicaraan selesai dengan kata sepakat. Hal ini
merupakan bentuk penegasan pada hari itu, telah resmi perkawinan menurut adat
antara kedua mempelai.
d. Salin
Dedeng atau tedung arat berupa sebuah ceraken di atasnya diletakkan sebuah
buluh yang diruncingkan tetapi sekarang sering dipergunakan semprong lampu, dan
sebilah kulit bambu yang tajam lalu diikat sehelai kain yang cukup untuk jadi
selendang. Keberadaan benda tersebut memiliki makna persiapan untuk menantikan
kelahiran seorang bayi yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.
e.
Olen-Olen berupa sebuah peti yang didalamnya
diisi dengan bermacam-macam kain atau sarung tenunan tetapi sekarang sering
dipakai koper. Benda ini memiliki simbol sebagai pelengkap mungkin terjadi
kekurangan akibat dari pembicaraan dalam acara sorong serah secara keseluruhan.
6. Nyongkolan:
Dalam pelaksanaan nyongkolan keluarga
pihak lakilaki disertai oleh kedua mempelai mengunjungi pihak keluarga
perempuan yang diiringi oleh kerabat dan handai taulan dengan mempergunakan
pakaian adat diiringi gamelan bahkan gendang beleq.
7. Balik
Lampak:
Merupakan salah satu tradisi untuk
berkunjung ke rumah orang tua perempuan secara khusus bersama kedua orang tua
pihak laki-laki.
C. UPACARA
KENATIAN
Dalam siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian merupakan akhir
kehidupan seseorarig di dunia. Masyarakat meyakini kehidupan lain
setelahkematian: Di beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapan bagi si
mati. Salah satu peristiwa yang harus dilakukan adalah penguburan. Penguburan
meliputi perawatan mayat termasuk membersihkan, merapikan atau mengawetkan
mayat. Upacara adat nyiwaq yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi
beberapa tahapan yaitu:
1.
Belangar Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya
menganut agama Islam sehingga setiap ada yang meninggal maka proses awal yang`
dilakukan adalah memukul beduk dengan irama pukulan yang panjang sebagai
pemberitahun kepada masyarakat bahwa ada salah seorang warga yang meninggal,
setelah itu maka masyarakat berdatangan baik dari desa setempat atau desa-desa
yang lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan
handai taulan. Kedatang masyarakat ke tempat acara kematian tersebut disebut
langar (Melayat). Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat
yang ditinggalkan mati oleh keluarganya dengan membawa beras seadanya guna
membantu meringankan beban si empunya musibah.
2.
Memandikan Dalam
pelaksanaanya, apabila yang meninggal laki-laki maka yang memandikannya adalah
laki-laki, demikian sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang
memandikannya adalah perempuan. Perlakuan pada orang yang meningggal tidak
dibedakan meskipun dari segi usia yang meninggal itu baru berumur sehari.
Adapun yang memandikan itu bisanya tokoh agama setempat karena ada kaitannya
dengan niat dan tata krama kemudian dilanjutkan dengan membungkus j enazah
dengan kain putih yang tidak dij ahit yang dirangkaikan dengan acara perpisahan
dengan keluarga, karib dan handai taulan yang dipandu oleh keluarga yang
meninggal selanjutnya dilanjutkan ke masjiduntuk dishalatkan, dari masjid
diberangkatkan ke kuburan.
3.
Betukaq (Penguburan) Adapun upacara-upacara yang
dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu:
a.
Setelah seseorang dinyatakan meninggal maka
orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di ruang tempat orang yang meninggal
dibakar kemenyan dan dipasangi langit-langit dengan menggunakan kain putih
(selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan
meninggalnya orang tersebut.
b.
Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran
sebagai penyusuran bumi (panghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan
ke dalam kubur), untuk itu perlu penyernbelihan hewan sebagai tumbal. µNelung
dan Mitu¶ Upacara irri dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang
meninggal dengan dapat diterima disisi Allah Yang Maha Esa dan keluarga yang
ditinggalkan tabah mcurmina kenyataan dan cobaan.
Selanjutnya
dilanjutkan dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai berikut:
a.
Mengumpulkan kayu bakar. Kayu biasanya disiapkan
pada hari nelung (hari ketiga) dan mitu' (hari ketujuh) dengan cara perebak
kayu (merebang pohon).
b.
Pembuatan Tetaring. Pembuatan tetaring terbuat
dari daun kelapa yang dianyam dan digunakan sebagai tempat para undangan
(temue) duduk bersila.
c.
Penyerahan bahan-bahan begawe. Penyerahan dari
epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe. Pembuatan tetaring atau terop dan
penyerahannya ini dilakukan pada hari mitu'. Kemudian inan gawe menyerahkan
alat-alat upacara.
d.
Dulang Inggas Dingari, disajikan kepada Penghulu
atau Kyai yang menyatakan orang tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari
ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari meninggal dengan maksud bahwa
pemberitahuan bahwa besok hari diadakan upacara sembilan hari.
e.
Dulang penamat, adapun maksudnya simbol hak
milik dari orang yang meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara
sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya. Kemudian semua keluarga dan
undangan, dipimpin oleh Kyai melakukan do'a selamatan untuk arwah yang
meninggal agar diterima Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan
mengikhlaskan kepergiannya.
f.
Dulang Talet Mesan (Penempatan Batu Nisan)
dimaksudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lank berupa burung
merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh
Kyai yang memimpin do'a kemudian dulang ini dibagikan kepada orang yang ikut
serta pada saat itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwaq.
Masyarakat di Bayan, masih sangat terpengaruh dengan masa pra-Islam.
Dalam melaksanakan upacara-upacara (begawe) misalnya, penentuan arah
penempatan sesuatu saat upacara (begawe) akan berbeda tata-cara pelaksanaannya.
Kalau begawe yang berhubungan dengan kematian disebut gawe pati, segala sesuatu
ditempatkan atau dilaksanakan di sebelah utara Berugaq Agung sedangkan kalau
begawe yang berhubungan dengan kehidupan disebut Gawe Urip, prosesi dilakukan
sebaliknya. Rangkaian upacara kematian di Bayan yaitu (1) hari pertama disebut
nepong tanaq atau nyusur tanaq. Pemberian informasi kepada warga desa bahwa ada
yang meninggal,
(2) hari kedua tidak add kegiatan
yang bersifat ritual, (3) hari ketiga disebut nelung penyiapan aiq wangi dan
dimasukkan kepeng (uang) bolong untuk dido'akan, (4) hari keempat menyiramkan
aiq wangi ke kuburan, (5) hari kelima melaksanakan bukang daiq artinya mulai
membaca al-Qur'an, (6) hari keenam melanjutkan membaca alQur'an, (7) hari
ketujuh bukang lemaq dengan rangkaian membaca al-Qur'an, (8) hari kedelapan
tidak ada acara ritual yang dilaksanakan, (9) hari kesembilan disebut Nyangang
disertai dengan perebaq jangkih
UPACARA ADAT UNTUK LINGKUNGAN HIDUP
Alam sebagai tempat hidup manusia
menyediakan berbagai sumber daya untuk menopang hidup dan kehidupan umat
manusia. Oleh sebab itu, segala perlakuan terhadap alam perlu diperhitungkan
dan dipertimbangkan. Sebelum dan setelah kita mengambil manfaat dari alam,
selayaknya kita menyampaikan rasa syukur melalui upacara untuk mendapatkan
keberkahan.
A. UPACARA BERTANI
1.
Bercocok Tanam Masyarakat Lombok Timur sejak
dahulu kala bermatapencaharian dari bercocok tanam (petani). Dalan budaya Sasak
sebelum menanam padi di sawah sebagai bahan makanan pokok mempersiapkan
beberapa hal: a. Mempersiapkan bibit yang terbaik dari hasil panen tahun lalu
yang ditempatkan pada bagian bawah lumbung, hal ini dimaksudkan supaya bibit
tetap terpelihara dengan baik dan tidak dimakan hama. b. Jika musim hujan
diperkirakan akan tiba para petani mempersiapkan diri menurunkan bibit dengan
menyiapkan daun bikan, sejenis rumput, daun jeringo yang akan digunakan sebagai
bubus, selanjutnya air merendam perak dan emas dicampur dengan air rendaman
empit (kerak nasi). c. Acara penanaman bibit dengan do'a dan harapan agar buah
padi yang ditanam putih seperti perak dan kuning seperti emas. Baru kemudian
bibit dihamparkan sebagai bibit. d. Setelah tiba wakunya untuk ditanam, bibit
dicabut untuk ditanam secara bergotong royong, tua muda, laki, perempuan. Acara
gotong royong sesuai jadwal yang ditetapkan oleh pekasih (petugas pengatur
air).
2.
Panen (Upacara Tong-Tong Suit) Upacara ini
dilakukan apabila tanaman di sawah sudah waktunya dipanen. Pemilik sawah
kemudian mencari pemimpin adat untuk mengadakan upacara. Prosesinya adalah: a.
Menyiapkam ancak, yaitu, anyaman dari bambu yang berbentuk segi empat yang
digunakan sebagai pengganti nare (dulang). b. Ancak diisi dengan nasi sebatok
(seperiuk kecil) dengan dialasi dengan dedaunan. c. Di atas nasi diletakkan
lekoq lekes yang terdiri dari daun sirih, buah penang, tembakau dan rokok
tradisional. d. Ancak ibuatkan onger-onger dengan daun kelapa yang diikat daun
padi. e. Setelah selesai barulah pemimpin adat memberikan do'a. Perlengkapan
dibawa ke sawah untuk dipasang atau digantung di tempat saluran air pertama
yang masuk ke sawah. Pimpinan adat mulai panen dengan membuat inan pade (induk
padi) yang diletakkan atas ancak. Setelah itu panen bisa dilaksanakan. f. Panen
diawali oleh pemilik sawah yang diiringi terune dedare (pemuda-pemudi) sambil
bekekayaq' (pantun khas Lombok) secara spontan yang menggambarkan rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengambarkan kehidupan muda-mudi, rasa cinta dan
kekaguman. Pada saat ini tidak jarang terjadi perjanjian merari' (kawin) antara
pemuda-pemudi.
B. UPACARA NGAYU-AYU
Upacara Ngayu-ayu adalah sejenis upacara penghormatan kepada alam. Kodrat
manusia adalah mengambil berbagai keperluan hidupnya dari alarn untuk
kelangsungan hidupnya, apapun wujud, cara dan media yang dipergunakan pada
hakekatnya tidak lepas hubungannya dengan pencipta, lingkungan dan sesama
manusia.
Dua kebutuhan manusia yang bersifat mendasar adalah kebutuhan.lahiriah
dan bathiniah. Terpenuhinya kebutuhan lahiriah memberikan dampak terhadap
kebutuhan bathiniah. Sebagai contoh terpenuhinya
kebutuhan sandang, pangan, dan papan akan dapat memberikan ketenangan jiwa dan
memiliki rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan harapan itulah
upacara Ngayu-Ayu dilaksanakan setiap tanggal 5, 15, dan 25 bulan Rajab di desa
Sembalun Lombok Timur. Perhitungan tahun diperhitungkan dengan tahun Sasak yang
berputar delapan tahun sekali atau disebut windu. Perhitungan tahun windu
dimulai dengan tahun Alif, tahun Ehe, tahun Jimawal, tahun Je, tahun'Da1, tahun
Be, tahun Wawu, dan tahun Jumahir. Perputaran tahun disebut tahun penitian
sedangkan penyebutan nama bulan memakai nama Hijriyah. Upacara Ngayu-Ayu
dilaksanakan oleh seorang Kyai, Pemangku, Krama Desa. Ngayu-Ayu berasal dari
kata Rahayu artinya,memohon keselamatan. Upacara Ngayu-Ayu bermula dari
keyakinan mAsyarakat penduduk ash Sembalun terhadap Tuhan Sang Penciptq dan
kewajiban daripada hamba yang harus menyembah. Latar belakang kegiatan ini,
mergka percaya bahwa pada zaman dahulu, Sembalun didiami oleh tujuh pasangan
suami istri yang hidup secara primitif tanpa mengenal peradaban. Mereka belum
mengenal pakaian dan bertani. Dalam keadaan yang demikian, datanglah dua orarlg
yaitu Raden Harya Pati dan Raden Harya Mangujaya yang membawa perubahan kepada
tujuh orang tersebut. Salah,"satu pelajaran yang dibprikan oleh kedua
pendatang tersebut diawali dengan pertanyaan:
Maukah kalian menjadi manusia yang beradab dan berpakaian? Maukah kalian hidup di atas tanah ini sebagai
manusia selayaknya? Maukah kalian
sebagai manusia yang` menyembah Tuhan sebagai penciptamu? Ketujuhnya menjawab
setuju, dan pendatang melanjutkan ajarannya dengan memberikan empat macam
pegangan hidup yaitu: 1. Adat dan Agama sebagai pegangan hidup. 2. Kitab
al-Qur'an sebagai pedoman adat dan agama. 3.
Satu ikat padi merah sebagai makanan. 4. Senjata untuk bertani dan membela
diri. Pada saat itu pula mereka diberi sebuah tempat yang dikenal dengan
Sembalun.
Di akhir wejangannya kedua orang tersebut memperingati bahwa pada waktu
yang akan datang kalian menghadapi peperangan tetapi kalian akan mendapatkan pertolongan. Peperangan tersebut adalah:
1. Perang ketupat yaitu perang melawan iblis. 2. Perang panah beracun. 3.
Perang bala'. Dalam peperangan tersebut, orang Sembalun dibantu oleh Raden
Ketip, Raden Sayid Hamzah, Raden Patih Jorong. Ketiga penolong itu, dengan
mudah mengalahkan iblis dengan melemparkan ketupat sebanyak tiga kali: 1.
Lemparan pertama pada tanggal 5 dengan mengucap tanggal lima. 2. Lemparan kedua
pada tanggal 15 dengan mengucap tanggal lima belas. 3. Lemparan ketiga pada
tangga125 dengan mengucap tanggal dua lima. Ketika lemparan ketiga dilakukan,
maka tentara iblis hilang tanpa bekas. Setelah selesai peperangan, Raden Ketip,
Raden Sayid
Hamzah, dan Raden Patih Jorong berpesan kepada penduduk tanah Sembalun sebagai
berikut: 1. Kamu harus mengambil air setiap kali panen padi sebagai tanda
kemenangan terhadap iblis. 2. Setiap tiga tahun sekali kamu harus memotong
kerbau sebagai rasa syukur atas kemenangan menghadapi peperangan. Kedua pesan
tersebut dilaksanakan dalam upacara peringatan Perang Ketupat yang diperingati
setiap tiga tahun sekali oleh masyarakat Sembalun Bumbung sampai sekarang.
Inilah yang disebut sebagai upacara Ngayu-Ayu.
KESENIAN TRADISIONAL
Kesenian masyarakat di Gumi Sasak dilakukan untuk memberikan rasa
keindahan yang diciptakan oleh anggota masyarakat yang hasilnya milik bersama.
Adanya suatu bentuk kesenian merupakan wujud bahwa masyarakat suku Sasak
memiliki nilai rasa tentang keindahan yang dituangkan dalam berbagai bentuk
seperti dalam pembuatan rumah, dalam kegiatan sehari-hari.
A. RUMAH TRADISIONAL
Orang Lombok mengenal beberapa jenis bengunan tradisional yang dijadikan
sebagi tempat tinggal sekaligus tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan adat
maupun spiritual keagamaan balk untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan
masyarakat. Adapun jenis jenis bangunan tradisional itu seperti bale jajar,
bale beleq, bele kodong dan gunung rata. Dari sekian jenis bangunan tempat
tinggal tersebut bale jajar-lah yang banyak dipergunakan baik di kota maupun di
desa terutama di pedusunanpedusunan. Bale jajar, biasanya bertiang delapan atau
dua betas dengan bubungan sepanjang dua meter pada bagian atas yang disebut
semoko (bantek), bungus (kuranji). Rumah ini hanya mempunyai satu pintu di
bagian depan dan aslinya jarang ada yang berjendela serta terbagi atas tiga
buah ruangan. Tiang rumah mi terbuat dari bahan kayu jot, kelapa, nangka,
kelapa, dan lain-lain yang dianggap kuat dan bisa bertahan lama yang berfungsi
sebagai penopang atau menggambarkan kekuatan.
Sedangkan atap terbuat dari ilalang yang diambil di padang rumput yang biasanya
terdapat di lereng bukitbukit di Lombok Timur. Atap dari ilalang disebut atap
re, sedangkan atap yang terbuat dari daun kelapa disebut atap bobok. Tetapi
saat ini, karena perkembangan zaman, masyarakat banyak beralih ke atap genting,
seng maupun asbes. Dinding rumah adat Lombok Timur pada umumnya dibuat sendiri
oleh pemilik rumah dari bahan bambu. Untuk penguat (tali) dan paku terbuat dari
bambu tali. Tinggi biasanya dua meter dengan anak tangga lima susun yang
terbuat dari tanah. Di bagian dalam rumah ada ruangan yang disebut sesangkoq
yang berfungsi sebagai tempat penerima tamu dan persemayaman jenazah keluarga
sebelum dimandikan. Masyarakat Lombok sebelum mendirikan tempat tinggal atau
bangunan, mencari hari, tanggal dan bulan tertentu yang dianggap baik.
Perhitungan bulan yang dipakai sebagai pedoman adalah bulan atas (Hijriyah).
Menentukan hari dan bulan baik ini dimaksudkan sebagai penangkal sial.
B. PAKAIAN DAERAH
Pakaian adat/khas Lombok Timur
sama dengan pakaian adat yang dipergunakan masyarakat Sasak lainnya di pulau
Lombok. Secara umum pakaian itu dibedakan menjadi dua macam yaitu pakaian yang
dikenakan oleh kaum pria dan wanita. Pakaian adat pria berupa tutup kepala
dengan motif-motif tertentu yang dikenal dengan nama sapuq. Sedangkan
pakaiannya berupa lengan panjang, celana panjang yang dilapisi di bagiam luar
dengan memakai sarung kain sebatas dengkul, kain tersebut biasanya
mempergunakan kain tenun asli Lombok Timur. Adapun yang dijadikan asesorisnya
adalah sebilah keris nenek moyang yang diselipkan di punggung. Pakaian adat
biasanya dipergunakan pada acara-acara adat penobatan.
C. MUSIK DAERAH
Jenis alat-alat musik tradisional Lombok Timur antara lain:
1.
Genggong Alat musik ini termasuk dalam jenis
alat musik tiup yang terbuat dari pelepah daun enau. Secara etimologis kata
genggong berasal dari kata "geng" (suara tinggi) disebut genggong
lanang, dan "gong"(suara Rendah) disebut wadon, sehingga musik
gengong selalu dimainkan secara berpasangan. Musik genggong orkestra dapat
dimainkan dengan alat musik yang lain secara bersamaan seperti petuq, seruling,
rincik dan lain-lain.
2.
Mandolin dan Gambus Mandolin merupakan sebuah
alat musik petik tradisional yang mempunyai senar dan dimainkan seperti biola.
Sering dipakai untuk mengiringi tari rudat dan lagu-lagu tradisional. Alat
musik ini dapat dipadukan dengan alat musik lainnya untuk mengiringi lagu
tradisional. sedangkan Gambus juga alat musik petik dengan menggunakan dawai
sebagai sumber suara (bunyi) yang digunakan untuk mengiringi lagu-lagu
tradisional. Dapat dimainkan secara bersama-sama atau tersendiri.
3.
Rebana Burdah Sebuah bentuk alat musik
akulturasi kebudayaan bangsa Arab dengan etnis Sasak. Rebana Burdah dipadukan
dengan syair-syair pujian terhadap Allah SWT dan riwayat nabi Muhammad SAW yang
dipetik dari kitab karya sastra Arab "aL-Barzanzi".
4.
Barong Tengkok Merupakan salah satu jenis
okestra Lombok, terdiri dari kerenceng enam pasang, satu buah gendang dan
sebuah petuk. Barong lanang/wadon yang berfungsi sebagai tempat reong sebuah
gong, dan tiga buah seruling sebagai pembawa melodi. Disebut barong tengkok
karena salah satu alatnya (reong) diletakkan pada bentuk barong yang dibawa
dengan tengkokkan.
5.
Alat Musik Gula Gending. Sejenis alat musik
pukul khas Lombok Timur, cara membunyikannya dengan tangan. disebut gula
gending karena alat ini dipakai untuk mejajakan sejenis makanan yang terbuat
dari gula putih. Untuk menarik pembeli, tempat gula (tangkok) dipukul berirama
sebagai musik. Dulu alat ini terdiri dari tengkok dan rincik dan dalam
perkembangannya ditambah dengan mandolin, gendang dan seruling.
6.
Rebana Gending Rebana merupakan sebuah bentuk
alat musik okestra yang merupakan hasil pengembangan kreasi seni dari rebana
lima oktaf oleh Amaq Sarah pada tahun 1956.
7.
Gendang Beleq. Disebut gendang beleq karena
salah satu alat musiknya adalah gendang beleq (gendang besar). Okestra ini
terdiri atas 2 buah yaitu: a. Gendang mama (laki-laki). b. Gendang nine
(perempuan) Keduanya berfungsi sebagai pembawa dinamika. Kemudian peralatan
yang lainnya adalah (1) sebuah gendang kodeq (gendang kecil), (2) dua buah
reong yang terdiri dari reong mama dan reong nina berfungsi sebagai pembawa
melodi, (3) sebuah perebak beleq yang berfungsi sebagai alat ritmis, (4)
delapan buah perebak kodeq, disebut juga "copek", berfungsi sebagai
alat ritmis, (5) sebuah petuk sebagai alat ritmis, (6) sebuah gong besar sebagai alat ritmis, (7) sebuah gong penyentak
sebagai alat ritmis, (8) sebuah gong oncer sebagai alat ritmis, dan (9) dua
buah bendera merah atau kuning yang disebut lelontek. Gendang beleq ini dulu
dimainkan kalau ada pesta-pesta kerajaan, sedangkan kalau perang berfungsi
sebagai komandan perang, sedangkan copek jadi prajuritnya. Kalau perlu datu
(raja) ikut berperang, di sini patung agung akan digunakan. Sekarang fungsi
payung ini ditiru dalam upacara perkawinan. Gendang beleq dapat dimainkan
dengan berjalan atau duduk. Komposisi berjalan mempunyai aturan tertentu,
berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai aturan. Pada waktu dimainkan pembawa
gendang beleq akan memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petuk,
copek dan lelontek.
8.
Cilokaq. Musik ini terdiri dari berinacam-macam
alat yakni: a. Alat petik, gambus ada dua buah masing-masing berfungsi sebagai
melodi dan akord. b. Alat gesek, biola ada dua buah berfungsi sebagai pembawa
melodi. Gambus terbuat dari kayu gerupuk dan kulit' kambing sebagai
resonatornya. Bentuknya menyerupai gitar, hanya pada bagian pertunya tidak berpinggang.
Senarnya terdiri dari empat nada, masing-masing satu senar. c. Alat tiup,
suling dan pereret yang berfungsi sebagai pembawa melodi. d. Alat pukul,
gendang ada tiga buah, masing-masing berfungsi sebagai pembawa irama, pembawa
dinamika dan tempo, juga sebagai gong. Rerincik digunakan sebagai alat ritmis.
Fungsi okestra ini adalah sebagai hiburan pada acara perkawinan, khitanan atau
hari-hari besar nasional dan daerah. Orkestra ini datang ke tempat pesta dengan
ditanggap (diupah). Selain itu dapat juga berfungsi sebagai pemberi semangat
dalam gotong royong. Dengan gambus ini orang membawakan lagu-lagu untuk pengisi
waktu senggang dan pelepas lelah. Berangsur-angsur gambus ditambahkan dan dikombinasikan dengan alat-alat lain sebagai
pelengkap irama, melodi dan ritmis la,gu-lagu yang dibawakan. Pada tahun 1948
di sebuah desa yang bernama Lengkoq Kali, kecamatan Sakra, cilokak dipagelarkan
sebagi musik okestra. Pagelaran tersebut dipimpin oleh Mami' Srinatih (alm),
dan selanjutnya dianggap sebagai pecinta musik cilokaq. Nama cilokaq diambil
dari salah satu nama atau judul lagu yang digemari pada saat itu. Namun
pendapat yang mengatakan cilokaq berasal dari kata seloka, lebih mendekati
kenyataan, karena syair-syair yang dinamakan merupakan seloka. Cilokaq yang ada
di Sakra sekarang ini merupakan kelanjutan dari cilokaq yang lahir di desa
Lengkoq.Kali 30 tahun yang lalu. Pada tahun 1968 cilokaq lebih dikenal setelah
mendapat bimbingan dari seorang pemusik keroncong bernama Lalu Sinarep. la
berusaha memasukkan teknik musik keroncong dan lagu-lagu lain ke dalam cilokaq.
Sekarang musik cilokaq sudah direkam dan diperjualbelikan di pulau Lombok dan
di daerah lain. Lagu-lagu yang dimainkan oleh cilokaq ini umumnya disebut
kayak. Kayak merupakan kesenian yang sangat populer di kalangan masyarakat
pedesaan di pulau Lombok. Biasanya orang-orang pedesaan melagukan sambil
menanam atau memotong padi di sawah. Kayak saat memotong padi disebut kayaq
mataq. Kayak mataq merupakan kayak gubahan baru yang terdiri atas empat baris.
Dalam membawakannya dapat berisi nasehat-nasehat, percintaan atau ekspresi jiwa
lainnya. Pada masing-masing desa, kayaq memiliki ciri tersendiri, namun bagi
yang sudah biasa mendengarnya dapat membedakannya. Nama kayak ada yang
diberikan menurut tempat lahirnya, misalkan kayak Padamara adalah kayak dari
desa Pademara, Lombok Timur. Kayaq yang susunan nadanya non-diatonis, antara
lain: Kayak Mataq, Kayak Jor, Kayak Nyati, Kayak Pekosong, Kayak Bayemara,
Kayak Padamara, Kayak Mare, Kayak Sakra, Kayak Turun Tangis, Pemban Selaparang,
Sandaran, Ngesek Kumambang Pitue, Begur Gati-Gati, Pengeli-Eling, Do Gendang,
Jeruk Manis,
Gelung Perade, Musim Ujan. Lagu yang memakai nada diatonis: Genjak,
Gending Lampak, Setembe, Amaq Teme, Sembarang Kelor, Lagu Daeng, Lagu Tanjung
Luar, Lagu Anton-Anton.
D. TARIAN DAERAH
1.
Tarian Gagak Mandiq Sebuah tari kreasi baru yang
sudah dipengaruhi unsur Bali, baik gerakan maupun instrumennya. Ide menciptakan
tarian ini karena seringnya pencipta menyaksikan burung gagak sedang mandi.
Tari ini berasal dari desa Lenek kecamatan Aikmel, Lombok Timur. Diciptakan
sekitar tahun 1956 oleh Amaq Raya (50 tahun), seorang petani dari desa Lenek,
kecamatan Aikmel Lombok Timur. Tari ini mengungkapkan bagaimana seekor burung
gagak yang sedang mandi, mula-mula terbang lalu turun ke tanah dan mandi.
Terbang lagi dan turun lagi. Tari ini merupakan tari tunggal. Nama-nama gerak
yang digunakan adalah (1) Ngatang, (berenang) sebagai pembuka tangan direntangkan
di depan badan kemudian digerakkan ke samping kiri dan kanan, (2) Nyereksek,
menggeser kaki tanpa mengangkatnya dari tanah, (3) Ngunga, gerakkan mandi yang
dilakukan sambil duduk, (4) Njontak, gerakkan meloncat, (5) Nyisik, gerakkan
menggaruk° badan, (6) Bekerap, mengibaskan sayap untuk menjatuhkan air yang
melekat dari badan, (7) Nyebar, gerakan terbang. Penarinya dapat seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang diiringi gending gagak mandiq dengan
irama 2/4. tari gagak mandi termasuk juga tari hiburan yqng dapat
dipertunjukkan kapan saja baik siang maupun malam hari. Pakaian penari termasuk
sederhana terdiri dari sapuq, bapang, kemben, lambo (selendang kain) dan gelang
kana (gelang bahu). Pementasan memerlukan waktu sekitar 5 menit.
2.
Tari Gandrung Gandrung adalah sebuah tarian yang
sudah lama berkembang dan dikenal oleh masyarakat Sasak. Menurut seorang
sumber, tarian ini sudah dikenal sejak zaman raja Airlangga di Jawa Timur. Pola
tariannya pada kala itu tampak luar biasa karena tidak mengikuti pola gerak
serta iringan lagu yang sesuai dengan patokan yang lazim. Konon tarian ini
lahir pada saat dimana tersedia perangkat gamelan yang baru selesai digunakan
dalam sebuah upacara resmi. Para ,prajurit keraton melihat kesempatan untuk
bergembira dah mencoba memainkan alat tersebut seadanya. Seorang maju dengan
santai untuk menari dalam suasana kerakyatan (dalam kraton suasana serba
protokoler dan resmi). Tarian kemudian berlanjut dengan pergantian penari yang
berlangsung setelah penari menyentuh tangan salah seorang pengganti yang
dikehendakinya dari tepi arena. Dalam perkembangan selanjutnya, pemeran (penari
gandrung yang biasanya disebut "gandrung" saja) dilakukan oleh
seorang wanita yang menjadi penari utama. Tidak jelas kapan terjadinya
pergantian ini. Tetapi seorang gandrung pada saat ini di setiap penampilannya
selalu memperkenalkan dengan kata "tiang lanang" dan seterusnya
dengan cara menyanyi yang disebut "besandaran" atau "bedede'
(merayu). Tari gandrung dilakukan pada sebuah arena yang dikelilingi penonton,
diantaranya sekaligus sebagai calon penari (pengibing). Pada dasarnya tari
gandrung terdiri atas tiga bagian yaitu: a. Bapangan: pada bagian ini si penari
menggambarkan sedang memperkenalkan diri kepada calon penari maupun penonton
dengan mengitari arena sampai selesainya gending pengiring yang disebut gending
bapangan. b. Gandrungan: pada bagian kedua ini penari bergerak agak lincah
mengitari arena dengan kipas di tangan, bagaikan burung elang mencari mangsa.
la menari sambil sesekali melirik ke arah penonton terutama pada barisan depan.
Pada saat ia akan menyentuhkan kipasnya atau melemparnya kalau tidak bisa
dijangkau dengan sentuhan kepada penonton yang dikehendakinya. Ini disebut
"nenepek". Yang terkena "tepekan" (sentuhan kipas) segera maju,untuk menjadi pasangan
"ngibing" (menari). Ngibing merupakan keterampilan tersendiri dari
setiap penonton yang siap ambil bagian dalam pergelaran gandrung. Penari
gandrung digambarkan sebagai bunga seperti dikatakan pada lirik yang dinyanyikan
sebelum bangkit menari: Tiang lanang beli bagus Beli bagus bau rauh Kasunane
tarik bebunga Sedangkan pengibing seolah kumbang yang merindukan bunga.
Dahulu di tengah arena diletakkan obor
bambu setinggi satu setengah meter (sekarang digunakan lampu petromak yang
sering diletakkan di luar arena). Antara si penari gandrung dengan si pengibing
berkejar-kejaran mengelilingi obor tersebut. Ini disebut dengan nama
"bekeleongan " atau sesekali saling "kejitin" (main mata)
dengan berbatasan obor. Sering pula si pengibing berbuat nakal dengan menyentuh
bagian tubuh penari utama, bahkan ada yang mencoba beradu pipi. Untuk
menghindari hal itu ia dilengkapi dengan "senjata", yaitu ujung
runcing dari gempolan yang merupakan bagian dari hiasan kepala yang disebut gelungan.
Kalau pengibing tidak segera menghindar akan kena tusukan benda tajam tersebut.
c. Perianom: bagian ketiga ini merupakan bagian perpanjangan dari bagian kedua.
Gending pengiring tidak menggunakan seluruh instrumen okestra gandrung. Yang
berperan adalah redep dan suling dibantu suara gendang, melengkapi tariannya
dengan nyanyian yang disebut "besanderan". Sekarang liriknya tidak
lagi dalam bahasa daerah tetapi dalam bahasa Indonesia. Berikut contoh
liriknya: Kertas kuning jadi layangan Tiup angin berkibar-kibar Putih kuning
rambutnya panjang Seperti bulan bersanding bintang Baru kulihat kapal ku dating Talinya putih menjadi benang Baru ku lihat
pacarku datang Hatiku sedih menjadi senang Tari gandrung benar-benar merupakan
tari rakyat pada arena terbuka yang dilingkari penonton dan fungsinya
semata-mata untuk hiburan. Gandrung tersebar pada beberapa desa di pulau Lombok
antara lain Gerung dan Lenek di Lombok Timur. Gandrung "ditanggep"
orang untuk pesta perkawinan dan sunatan. Tetapi dewasa ini bergeser fungsinya menjadi
hiburan rakyat dalam rangkaian hari-hari besar nasional atau jenis keramaian
lainnya yang menghadirkan orang banyak. Instrumen gandrung dalam bentuk okestra
terdiri dari pemugah, saron, calung, jegogan, rincik, petuk, terompong, gender,
redep, dan suling.
Okehh makasih
BalasHapusMari kita terus menggali sejarah dan budaya sasak semoga ke depannya semakin banyak referensi tentang Lombok
BalasHapus